-
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto digugat karena wanprestasi atau ingkar janji dalam jual beli saham Nusantara International Enterprise Berhad Malaysia. Prabowo disebut belum menyelesaikan pembayaran yang telah disepakati.
Gugatan ini berawal dari perjanjian jual beli saham Djohan Teguh Sugianto di Nusantara International Enterprise Berhad Malaysia sebesar 20%. Perjanjian tersebut dilakukan antara Prabowo dan Djohan pada Agustus 2011.
Fajar Marpaung, tim kuasa hukum dari Djohan Teguh Sugianto menjelaskan, harga saham yang disepakati kedua belah pihak adalah Rp 140 miliar. Itu dicicil Rp 2 miliar selama 58 kali tiap bulan dengan masa jatuh tempo 31 Juli 2016.
"Klien saya Agustus 2011 lakukan perjanjian jual beli bersyarat ke Prabowo," katanya saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Sabtu (9/3/2019).
Pembayaran saham yang dilakukan Prabowo disetorkan ke Bank BNI sebagai bentuk pelunasan pinjaman yang dilakukan oleh Djohan. Yang jadi persoalan, Prabowo belum menyelesaikan pembayaran sebesar Rp 52 miliar dari total yang harus dibayar sebesar Rp 140 miliar. Prabowo baru membayar Rp 88 miliar.
"Dibayar cuma sampai Januari 2015, baru Rp 88 miliar yang disetor. Saat jatuh tempo pelunasan 31 juli 2016, ternyata tidak diselesaikan juga pelunasannya," jelas Fajar.
Karena Prabowo belum melunasi pembayaran itu, BNI memberitahu ke Djohan bahwa Prabowo baru membayar Rp 88 miliar. Itu terakhir dibayarkan pada Januari 2015.
Berikutnya pada Januari 2019, BNI melayangkan teguran kedua. Jika pembayaran yang harus dilakukan Prabowo ke BNI tidak juga dilakukan maka aset perusahaan akan dieksekusi.
Dia mengatakan kliennya sudah 5 kali mengirim surat teguran ke pihak Prabowo untuk segera menyelesaikan pembayaran. Namun itu tidak mendapatkan respons. Akhirnya dia menggugat permasalahan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Direktur Advokasi dan Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sufmi Dasco Ahmad menilai dalam dunia bisnis itu menjadi hal yang biasa, bukan tipu-menipu.
"Saya pikir ini persoalan perdata dan bisnis biasa, bukan ada tipu menipu," kata dia kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (9/3/2019).
Prabowo digugat karena belum menyelesaikan pembayaran sebesar Rp 52 miliar dari total yang harus dibayar sebesar Rp 140 miliar. Prabowo baru membayar Rp 88 miliar.
"Ini kan perkara bisnis dan perdata. Kalau dalam bisnis kan biasa ada tagihan, ada utang, ada piutang, ada negosiasi," sebut Dasco.
Dia belum mengetahui secara pasti permasalahan yang dihadapi Prabowo. Yang dia tekankan bahwa Prabowo sudah membayar sebagian besar saham walaupun memang belum sepenuhnya lunas.
"Tolong diberi catatan, sebagian besar sudah dibayar, Rp 88 miliar sudah dibayar itu kemudian terhenti," ujarnya.
Dia berharap nantinya kedua belah pihak bisa mencari jalan keluar saat proses mediasi dilakukan.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada memberi solusi yang bisa dilakukan terkait kasus tunggakan pembelian saham seperti dialami Prabowo. Salah satu caranya adalah dengan mengalihkan sisa saham yang belum dibayar ke investor lain yang berminat.
"Kalau mau ini sih dioper ke investor lain. Kalau jalan keluarnya dioper ke investor lain," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (9/3/2019).
Dalam kasus ini, Prabowo baru membayar Rp 88 miliar. Artinya sisa saham dengan nilai setara Rp 52 miliar itu dioper ke investor lain.
Nantinya investor itu yang membayar uang senilai tersebut dan mendapatkan porsi saham yang proporsional tentunya. Syaratnya harus dilakukan renegosiasi perjanjian antara Prabowo dan Djohan Teguh Sugianto.
Kalau tetap menempuh jalur hukum, maka nantinya bisa dilakukan penyitaan aset milik Prabowo sebagai jaminan karena belum melunasi pembelian saham.
"Tapi kalau mau menempuh jalur hukum kan bisa saja digugat di pengadilan terus sampai ada sita jaminan dan lain sebagainya kan," tambahnya.