Jakarta -
PT Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) 2018. Langkah itu sebagai tindak lanjut atas kabar adanya kejanggalan dalam laporan keuangan itu.
BEI telah memanggil manajemen Garuda Indonesia dan auditornya untuk menjelaskan mengenai transaksi dengan PT Mahata Aero Teknologi. Lalu BEI juga telah bertemu dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk meminta masukan.
Selain itu BEI juga akan bertemu dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) selaku pembuat standarisasi penyajian laporan keuangan. Intinya BEI akan fokus dengan kerjasama yang masih bersifat piutang itu namun sudah diakui sebagai pendapatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika terbukti Garuda Indonesia menyimpang dalam menyajikan laporan keuangan, BEI akan menjatuhkan sanksi. Berikut berita selengkapnya.
BEI telah melakukan hearing dengan manajemen Garuda Indonesia. Setelah itu BEI meminta manajemen untuk memberikan jawaban secara tertulis dan diumumkan melalui keterbukaan informasi.
Pertemuan BEI dengan manajemen Garuda Indonesia dilakukan pada 30 April 2019 kemarin. Dalam pertemuan itu BEI 'menginterogasi' yang khususnya terkait transaksi Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi yang membuat laporan keuangan jadi kinclong.
"Intinya nature transaksi kita tanyakan perjanjian juga. Kita tanyakan itu agar menjadi backbone kita untuk menentukan nature transaksinya seperti apa," ujar Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (3/5/2019).
BEI sendiri sudah mendapatkan jawaban secara lisan saat hearing kemarin. Namun manajemen Garuda Indonesia diminta langsung memberikan penjelasan terkait transaksi itu secara tertulis dan diumumkan melalui keterbukaan informasi.
"Penjelasannya kita tunggu. Tanggapan secara tertulis yang kita tunggu. Ke kita saat hearing sudah, tapi agar lebih objektif kita tunggu jawaban tertulis di keterbukaan," terangnya.
"Kemari kita minta segera menyampaikan tapi mereka kan butuh waktu. Kita push terus, hari ini juga kita minta memberikan penjelasan," tambah Nyoman.
Namun hingga kemarin belum ada penjelasan tertulis dari manajemen Garuda Indonesia atas kerjasama dengan Mahata di keterbukaan informasi. Manajemen Garuda pun berpotensi diberikan Surat Peringatan (SP) satu jika hari ini belum juga memberikan penjelasan.
"Secara substansi kan dia punya hak 3 hari kerja. Selasa, Kamis dan hari ini (kemarin). Kalau tidak menjawab ya kita kenakan sanksi. Urutannya SP 1, kemudian SP 2 plus denda. Hari ini tidak menjawab kena SP 1," tutur Nyoman.
Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, pihaknya pada 30 April 2019 kemarin sudah melakukan hearing dengan manajemen Garuda Indonesia dan pihak auditornya. Sementara hari ini BEI sudah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan meminta penjelasan dari Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
"Hari ini kita ketemu IAPI yang melakukan monitoring terhadap auditor. Kemudian hari ini juga ke OJK koordinasi. Setelah semua dokumen telah disampaikan kita akan ambil sikap hal apa yang akan di-follow up atas hasil monitoring kita," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Setelah itu, BEI akan meminta penjelasan juga kepada Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai pembuat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). BEI juga fokus menghimpun dokumen-dokumen untuk memperkuat monitoring.
Ketika semua proses berjalan, BEI akan menentukan hasil monitoringnya. BEI selaku wasit pasar modal bisa meminta manajemen Garuda Indonesia mengubah penyajian laporan keuangan hingga memberikan sanksi. Itu jika ditemukan kesalahan dalam penyajiannya.
"Apapun hasilnya, misalnya penyajian apakah harus disesuaikan atau tidak atau kalau perlu sanksi ya kita beri sanksi. Makanya kita tunggu tanggapan dari mereka dulu. Kita selesaikan prosesnya dulu dan akan kita perlakukan sama dengan yang lain. Kalau ada yang perlu disesuaikan ya akan disesuaikan," terangnya.
Nyoman menegaskan, BEI akan memperlakukan sama Garuda Indonesia dengan emiten lainnya di pasar modal. Jika ada kesalahan dalam penyampaian laporan keuangan, maka BEI akan menjatuhkan sanksi.
"Dalam hal apapun yang disampaikan di RUPS ada subtansi penyampaiannya. Kalau ada yang harus disesuaikan ya memang wajib disesuaikan. Dan kita lakukan hal yang sama dengan yang lain jadi bukan karena Garudanya," tegas Nyoman.
PT Mahata Aero Teknologi ibarat menjadi penyelamat bagi laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Kerja sama yang masih bersifat piutang itu menjadi 'bedak' bagi laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 yang kini catatkan laba.
VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan menjelaskan, kerja sama dengan Mahata merupakan upaya bagi manajemen untuk mencari pendapatan tambahan (ancillary). Caranya dengan meningkatkan pelayanan bagi penumpang melalui penyediaan konektivitas internet.
"Itu kan pemasangan wifi, poinnya bagian dari Garuda Grup meningkatkan layanan ke penumpang. Penumpang akan mendapatkan layanan khususnya wifi tanpa membayar. Tapi itu jadi revenue tambahan buat kita," terangnya di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Penumpang Garuda Indonesia bisa menikmati konektivitas internet di pesawat secara gratis. Lalu bagaimana Garuda Indonesia bisa memperoleh pendapatan hingga US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 3,36 triliun dari kerja sama dengan Mahata tersebut?
Dijelaskan Ikhsan, Mahata sebagai penyedia akses wifi di dalam pesawat akan menjual slot iklan dalam fasilitas wifi tersebut. Dari situ lah perusahaan yang baru berdiri November 2017 itu akan mendapatkan pemasukan.
Ikhsan mengatakan, Garuda secara grup memiliki penumpang yang cukup banyak sekitar 50 juta penumpang per tahun. Jumlah penumpang itulah yang akan 'dijual' Mahata ke pengiklan nantinya.
"Jadi Garuda market place 50 juta (penumpang) kan secara grup. Itu yang kita monetize. Sekarang poinnya penumpang kita 50 juta bersama Citilink. Itu bagian pengembangan dari ancillary kita," ujarnya.
Nah, karena Mahata sudah mendapatkan untung dari potensi penumpang Garuda Indonesia itu dan memanfaatkan armada pesawat Garuda, Mahata akan membayar kompensasi ke maskapai pelat merah itu.
Sebagai gambaram Ikhsan mencontohkan, penjualan slot iklan dari fasilitas wifi itu bisa dihargai US$ 4 per penumpang. Jika Garuda Indonesia secara grup memiliki potensi penumpang 50 juta per tahun maka dari layanan itu bisa diperoleh pendapatan dari satu pengiklan sekitar US$ 200 juta.
"Katakanlah secara konservatif 50% (untuk Garuda) berarti US$ 100 juta. Itu lah pendapatan yang diterima ke depan secara pembagian," tuturnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman