Ketua Umum IAPI Tarkosunaryo mengatakan, pihaknya dimintai masukan terkait dengan perlakuan akuntansi atas transaksi kerja sama Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Terknologi. Kerjasama itu nilainya mencapai US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 2,98 triliun.
Dana itu masih bersifat piutang tapi sudah diakui oleh Manajemen Garuda Indonesia sebagai pendapatan. Alhasil, pada 2018 secara mengejutkan BUMN maskapai itu meraih laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tarko kerja sama yang diteken Desember 2018 itu terlalu dini diakui dalam laporan keuangan 2018. Menurutnya salah satu alasan Garuda Indonesia mengakui pendapatan US$ 239 juta karena dianggap tidak ada lagi kewajiban di kemudian hari atas hak tersebut atau sepenuhnya dianggap telah dialihkan ke Mahata.
"Namun penilaian bahwa Garuda tidak lagi menanggung kewajiban atas pengalihan hak tersebut kurang tepat. Karena Garuda masih akan terlibat dalam skema bisnis tersebut, masih akan terlibat dalam pelaksanaan layanan kepada penumpangnya," tambahnya.
Dia menerangkan, masih ada hal-hal krusial yang harus dilakukan Garuda dulu sebelum mengakui piutang itu sebagai pendapatan. Pertama alat koneksi internet itu harus sudah terpasang di pesawat Garuda.
"Kedua, izin dari Airbus dan Boeing harus keluar," tambah Tarko.
Ketiga, karena alat-alat dan layanan dari Mahata ditempatkan pada pesawat Garuda, maka masih banyak hal yang sifatnya kontinjensi. Kontinjensi adalah kondisi masih tidak adanya kepastian diperolehnya keuntungan.
Untuk itu, IAPI menyarankan agar BEI menjatuhkan sanksi kepada Garuda Indonesia sebagai perusahaan tercatat untuk merombak dan menyajikan kembali laporan keuangan 2018.
Tarko juga menekankan bahwa dalam kisruh ini, seharusnya yang terlebih dahulu dijatuhkan sanksi adalah manajemen Garuda Indonesia. Setelah itu baru auditornya, dalam hal ini KAP Tanubrata Sutanto Brata Fahmi Bambang & Rakan Member of BDO Internasional.
"Karena yang paling pokok itu adalah informasi keuangan, bukan mengenakan sanksi ke auditor. Jadi direksi perlu memperbaiki dulu laporan keuangannya dengan berkoordinasi dengan auditor. Termasuk mengikuti proses sesuai ketentuan yang ada, apalagi laporan keuangan 2018 itu sudah disahkan oleh RUPS," tutupnya. (das/ara)