Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak semester I-2019 sebesar Rp 603,34 triliun atau tumbuh 3,74% dibanding periode yang sama di tahun 2018. Laju pertumbuhan ini tercatat lebih rendah dibanding 2018 yang berhasil naik 13,9%.
"Kalau dari sisi ekonomi, kayaknya tidak sebagus tahun lalu. Tapi at least data ini menunjukkan bahwa orang Indonesia masih bekerja. Buruh masih di-hire, karyawan masih bekerja, jam kerja lebih tinggi, ini bisa kita duga ada penambahan pegawai atau at the same time gaji naik," kata Dirjen Pajak Robert Pakpahan dalam paparan di Hotel Dynasty, Bali, Jumat (2/8/2019).
Sejumlah sektor usaha mencatatkan kenaikan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan 2018. Di antaranya sektor perdagangan, industri pengolahan, konstruksi dan real estate, serta pertambangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan profitabilitas perusahaan mendorong penurunan basis PPh pasal 21, meski tak secara masif sampai menyebabkan penurunan utilisasi tenaga kerja formal.
Sementara tekanan restitusi yang tumbuh hingga 17,2% menjadi salah satu penyebab utama perlambatan pertumbuhan PPH Badan. Selain itu, kontraksi keuntungan perusahaan pertambangan yang tumbuh negatif 11,9% juga menjadi salah satu penyebab utamanya.
"Pertambangan termasuk yang membuat kami agak terpukul," kata Robert.
Dari sektor usahanya, penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan industri pengolahan terkoreksi paling dalam. Sektor pertambangan tumbuh minus 14%, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang tumbuh 80,3%. Sedangkan industri pengolahan terkoreksi 2,6%.
Faktor utama yang menyebabkan kontraksi adalah turunnya harga komoditas tambang di pasar global. Selain itu, restitusi atau pengembalian pajak akibat putusan pengadilan yang memenangkan wajib pajak juga tumbuh tinggi (11%) di sektor ini.
Kemudian sektor manufaktur tumbuh negatif 2,6% atau melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan negatif sektor manufaktur juga lebih banyak disebabkan oleh restitusi dan moderasi aktivitas impor. Hal ini terjadi pada beberapa sub industri utama seperti industri logam, pertambangan, kimia, serta makanan dan minuman.
"Makanan dan minuma harusnya nggak melambat ya, kan orang makan terus. Karena makanan dan minuman ini sektor unggulan kita sebenarnya karena sudah ekspor banyak," kata Robert.
Sementara sektor jasa keuangan dan sektor transportasi dan pergudangan, kata Robert berhasil tumbuh positif. Pertumbuhan positif jasa keuangan lebih banyak disebabkan oleh pertumbuhan
profitabilitas perusahaan dan peningkatan pembayaran PPh 21. Kondisi ini juga didukung oleh peningkatan pembayaran PPh final atas bunga deposito atau tabungan yang tumbuh 20%.
"Sedangkan dari sektor transportasi pergudangan, itu operator jalan tol naik pajaknya. Berarti ada pergerakan barang dan manusia. Artinya ada peningkatan kegiatan arus ekonomi yang berjalan," katanya.
(eds/dna)











































