Pendiri Jababeka Buka Suara soal Kisruh di Tubuh Perusahaan

Pendiri Jababeka Buka Suara soal Kisruh di Tubuh Perusahaan

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 14 Agu 2019 19:25 WIB
Foto: Dok. www.jababeka.com
Jakarta - Polemik yang terjadi di PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) masih berlanjut. Komisaris Utama Perseroan dan juga pendiri Jababeka saat ini Setyono Djuandi Darmono ikut angkat bicara.

Polemik perusahaan berawal dari penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 26 Juni 2019. Saat itu terjadi perubahan posisi untuk kursi direksi dan komisaris yang diajukan oleh beberapa pemegang saham.

"Perseroan mempertimbangkan dinamika dan beberapa fakta hukum yang terjadi dalam pengambilan keputusan Agenda kelima RUPST, termasuk pelanggaran asas GCG yang diatur dalam Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik dan Peraturan OJK No. 34/POJK.04/2014 tentang Komite Nominasi dan Remunerasi, serta perkembangan penting lainnya paska diadakannya RUPST," ujarnya dalam keterangan tertulis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu pun menimbulkan adanya perseroan dalam keadaan default atau berpotensi tak mampu membayar utangnya. Utang yang dimaksud adalah surat utang Jababeka Intenational BV.


Dalam keterbukaan informasi yang diterbitkan perseroan, hal itu lantaran adanya indikasi perubahan pengendali perusahaan dan manajemen terkini. Atas hal itu Jababeka Internasional wajib menawarkan pembelian kepada pemegang notes dengan harga 101% dari nilai pokok sebesar US$ 300 juta ditambah kewajiban bunga.

Kisruh berlanjut hingga adanya beberapa investor KIJA melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka menilai keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan terkait agenda pergantian pengurus melawan hukum.

Atas munculnya beragam kekisruhan itu, Darmono menilai bahwa validitas serta proses pengambilan keputusan RUPST Agenda kelima perlu dikaji lebih jauh lagi.

"Di samping itu, Perseroan juga akan terus melakukan penelitian lebih lanjut, termasuk jika perlu dengan melibatkan pihak yang berwenang. Sehubungan dengan hal-hal yang sebenarnya terjadi di luar pengetahuan dan kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris sehubungan dengan pelaksanaan pengambilan keputusan dan validitas keputusan agenda kelima RUPST tentang perubahan susunan Direksi dan Dewan Komisaris," terangnya.


Sehubungan dengan potensi terjadinya Change of Control (perubahan pengendali), Darmono menegaskan bahwa kejadian tersebut di luar pengetahuan dan kendali Perseroan dan tidak ada hubungannya dengan kinerja Perseroan.

"Akan tetapi, dalam hal setelah dilakukannya penyelidikan lebih lanjut, termasuk fakta hukum dan hasil dari diskusi dengan konsultan hukum internasional Perseroan dan Trustee dari para pemegang Senior Notes serta pihak yang relevan lainnya, Perseroan terbukti dengan sah telah berada dalam keadaan Change of Control, maka hal tersebut dapat berdampak sangat negatif dan material terhadap keuangan dan prospek usaha Perseroan," tegasnya.


(das/zlf)

Hide Ads