- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh jajaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk membersihkan pasar modal dari transaksi tidak sehat atau yang biasa disebut transaksi goreng saham.
"Kepercayaan yang begitu besar dari berbagai pihak harus kita jaga karena dalam kesempatan ini saya berpesan dan mendukung agar otoritas bursa, OJK, BEI segera membersihkan bursa dari praktik-praktik jual beli saham yang tidak benar. Jangan kalah dengan yang jahat-jahat. Hati-hati, harus bersih, berintegrasi, berani," ujar Jokowi di gedung BEI, Jakarta, Kamis (2/1/2020).
Meski tak secara eksplisit menyinggung perusahaan pelat merah apa saja yang tersangkut kasus goreng saham ini, namun Jokowi menyebut dirinya tau praktik kerap terjadi di pasar modal RI setelah mendapat informasi terkait adanya manipulator yang menggoreng harga saham sehingga harga tak sesuai dengan kondisi riil.
"Ya saya berbicara pasti karena saya mendengar informasi. Dan saya sudah sampaikan juga ke Pak Ketua OJK, Dirut BEI. Kami memiliki semangat yang sama untuk bangun kepercayaan dan trust bagi BEI," katanya.
Padahal kinerja pasar modal Indonesia sepanjang 2019 terbilang cukup menggembirakan. Di mana ada 55 perusahaan yang mencatatkan perdana. Angka ini merupakan tertinggi di ASEAN dan ke-7 di dunia.
Di tambah, penggalangan dana yang berasal dari pasar modal pun mencapai Rp 877 triliun. Angka tersebut menjadi yang tertinggi pencapaiannya. Bahkan jumlah investor pun mengalami peningkatan.
"Ini sangat penting karena bursa yang bersih dan berintegritas akan membawa kita ke depan lebih baik dan lebih maju. Mungkin awal-awal ada goncangan dikit-dikit. Tapi jangka menengah dan jangka panjang pasti akan lebih baik," jelasnya.
Lantas sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan istilah goreng saham itu sendiri?
Goreng Saham = Rekayasa Harga SahamAnalis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi menjelaskan bahwa istilah goreng saham merupakan bahasa pasar atau market yang berarti peningkatan harga suatu saham perusahaan secara signifikan yang tidak dilandasi oleh fundamental atau aksi korporasi dari perusahaan tersebut.
"Harga bergerak secara semu dengan menciptakan permintaan dan penawaran yang dikendalikan oleh oknum agar harga saham melonjak naik signifikan," ujar Lanjar kepada detikcom dihubungi melalui percakapan daring, Kamis (2/1/2020).
Menurutnya, praktik gelap ini dijalankan hanya punya 1 tujuan yakni meraup keuntungan sebesar-besarnya.
"Goreng saham ini dilakukan untuk menarik minat trader atau investor untuk mendapatkan keuntungan," ucapnya.
Cara kerjanya pun sebenarnya cukup berpola, di mana oknum akan memulai dengan rekayasa harga saham lalu menjualnya kepada investor ketika mencapai titik harga tertentu.
"Oknum akan merekayasa pergerakan harga saham hingga melonjak naik, lalu saat berada pada titik harga tertentu si oknum tersebut langsung melakukan penjualan," paparnya.
Meski demikian, hingga kini, pihak regulator sendiri dianggap tetap kesulitan mencari tau siapa oknum yang bermain dibalik praktik goreng saham tersebut.
"Siapa oknumnya itu susah diketahui, kalau mudah sudah ditangkap," tutupnya.
Sejak kapan sih ada praktik seperti ini?
Menjamur Sejak Lahirnya Bursa di Dunia Lanjar Nafi mengatakan praktik goreng saham sendiri sudah ada sejak bursa saham berdiri di dunia ini.
"Sejak bursa saham di dunia berdiri, aktifitas goreng mengoreng saham sudah banyak terdengar, tidak hanya di Indonesia," katanya.
Menurutnya, praktik manipulasi saham ini bahkan juga bisa terjadi di bursa saham besar yakni bursa Wall Street di Amerika Serikat. Pasar dengan harga saham tinggi seperti Amazon dan Alphabet pun masih dianggap rentan akan praktik tersebut.
"Contohnya Wall Street, sampai dijadikan film berjudul The Wolf of Wall Street, di mana tokoh utamanya Jordan Belford yang merupakan seorang broker mengoreng harga saham salah satu perusahaan yang ternyata secara fundamental tidak memiliki nilai yang sewajarnya dengan beberapa berita fiktif dan transaksi semu," tuturnya.
Menjamurkan aktivitas nakal terjadi tersebut lantaran memang oknum penggoreng saham dinilai lihai mengelabuhi regulator.
"Aktifitas ini memang masih sangat sulit dikendalikan oleh regulator, ini juga yang pada akhirnya membenarkan prinsip dasar dari teori efesiensi market hipotesis, di mana market yang efesien itu hampir tidak ada di seluruh dunia sebab insider trading, perdagangan semu dan kejahatan lain masih marak terjadi," tuturnya.
Lihai Kelabuhi Investor dan Regulator Tapi Tak Lolos di Saham Bluechip Meski terbilang cukup masif, Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengungkapkan bahwa praktik kotor di pasar modal ini tetap bakal kesulitan untuk menyentuh saham bluechip.
Saham blue chip atau saham lapis satu adalah saham yang dianggap berperan dalam menggerakkan IHSG. Kapitalisasi pasarnya bisa mencapai lebih dari Rp 40 triliun.
Saham-saham kategori ini memiliki volatilitas harga yang tidak terlalu tinggi. Tidak banyak terlalu terpengaruh dengan gejolak pasar karena perusahaan dengan saham ini memiliki kinerja yang baik. Di samping itu, fundamental saham ini terbilang kuat.
Jenis saham yang termasuk kategori blue chip adalah saham pilihan yang jadi isi portfolio utama investor institusi dan ritel di bursa seperti Bank BCA, Unilever Indonesia, Bank BRI, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
"Blue chip akan sulit karena saham ini mengandung fundamental yang mumpuni," ujar Lanjar kepada detikcom, Kamis (2/1/2020).
Besarnya kapitalisasi saham level ini lah yang membuat spekulan kesulitan merekayasa pergerakan harga sahamnya menjadi transaksi semu.
"Iya soalnya bluechip mayoritas memiliki kapitalisasi pasar yang besar sehingga akan sangat sulit dibuatkan transaksi semu oleh oknum," sambungnya.
Lantas di mana biasanya, praktik goreng saham ini bermain?
Menurut Lanjar, praktik ini hanya dapat menyentuh saham second liner dan subliner saja.
"Saham-saham yang berada di second liner dan subliner," katanya.
Saham second liner atau lapis dua adalah saham yang memiliki kapitalisasi pasar antara Rp 500 miliar-Rp 10 triliun. Harga sahamnya cenderung fluktuatif dan saham ini terbilang likuid. Sementara, fundamental perusahaan bisa dikatakan cukup baik walaupun masih dalam tahap berkembang.
Harga Saham Lapis Dua tidak semahal Blue Chips dan karena kapitalisasinya tidak lebih besar dari Saham Lapis Satu maka jumlahnya tidak sebanyak Saham Lapis Satu. Berikut ini adalah yang termasuk ke dalam Saham Lapis Dua, yaitu PT Bank Bukopin Tbk, Bumi Serpong Damai Tbk, PT Pakuwon Jati Tbk dan lain sebagainya.
Sedangkan, saham subliner atau saham lapis tiga adalah saham-saham yang dengan harga paling murah dengan kapitalisasinya berada di bawah angka Rp 500 miliar.
Untuk itu saham-saham lapis tiga memiliki volatilitas harga yang tinggi dan menjadi incaran spekulan karena bisa dipermainkan sehingga harganya melonjak. Dalam situasi tersebut, spekulan mengambil keuntungan. Karena itu, saham ini bisa dikatakan sebagai saham gorengan.