Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, rupiah masih sulit tembus ke Rp 12.000 per dolar AS karena isu defisit transaksi berjalan.
"Jadi arah rupiah saya pikir untuk jangka pendek masih berpotensi menguat. Tapi untuk menguat jauh ke level Rp 12.000 saya pikir relatif cukup berat juga ya karena faktor fundamentalnya kita masih alami defisit transaksi berjalan," kata dia saat dihubungi detikcom, Senin (13/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena baik ekspor sama impor sama-sama turun tapi impornya yang turunnya lebih cepat. Makanya neraca perdagangan membaik, defisit transaksi berjalan menyusut sehingga itu yang akhirnya menopang penguatan rupiah," jelasnya.
Selain itu, menurutnya akan sedikit berisiko jika rupiah menguat terlalu cepat. Kata dia penguatan rupiah yang terlalu cepat juga bisa berpengaruh kurang baik pada kinerja ekspor.
"Kalau rupiah menguat terlampau cepat akhirnya kinerja ekspor kita tidak kompetitif, mengingat komponen ekspor kita, bareng-barang komoditi ekspor kita kan masih relatif bahan mentah yang notabenenya kita berharap masih dari harga komoditi mentah dan juga semestinya kalau rupiahnya menguat tentunya kan jadi less competitive buat eksportir," jelasnya.
"Jadi itu yang jadi permasalahan yang kita lihat kalau penguatan terlalu cepat dibandingkan mata uang lainnya tidak cepat, ya kita makin tidak kompetitif ya," tambahnya.
(toy/zlf)