Dolar AS Melaju ke Rp 15.000, Ini 3 Faktanya

Dolar AS Melaju ke Rp 15.000, Ini 3 Faktanya

Tim detikcom - detikFinance
Senin, 20 Jul 2020 17:35 WIB
Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah pada sore ini kian menunjukkan penguatan. Per pukul 15.10 WIB, US$ 1 berada di Rp 15.299.
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat dalam beberapa pekan terakhir. Mata uang Paman Sam itu sudah makin dekat level Rp 15.000.

Berikut fakta-fakta penguatan the greenback:

1. Sudah Mendekati Rp 15.000
Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah terus menguat hingga siang ini. Mengutip data perdagangan Reuters, Senin (20/7/2020), nilai tukar dolar AS kini ada di level Rp 14.830.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Angka tersebut tercatat sudah menguat 210 poin (1,4%) pada perdagangan hari ini. Hingga siang tadi, dolar AS tercatat bergerak di rentang Rp 14.765-14.830.

2. Rupiah Sudah Melemah 3,5% Sejak Awal Tahun
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menjelaskan, catatan BI rupiah sejak awal tahun hingga saat ini tercatat sudah melemah 3,57%. Namun itu terjadi juga terhadap mata uang negara berkembang lainnya.

ADVERTISEMENT

"Memang belakangan ini nilai tukar di negara emerging market bukan hanya Indonesia juga terus mengalami tekanan," ujarnya dalam acara Kemenkeu Corpu Talk yang dilangsungkan secara virtual, Senin (20/7/2020).

Menurut data Destry mata uang negara berkembang yang paling parah pelemahannya adalah Brasil yang turun 34,43% dari awal tahun.

3. Ini Penyebabnya
Penguatan dolar AS dan pelemahan mata uang negara berkembang ini disinyalir terjadi lantaran munculnya analisa-analisa baru terkait kondisi dunia saat ini, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Pandemi diperkirakan akan muncul gelombang kedua sehingga dampaknya akan berlangsung lebih lama dan lebih dalam.

Dengan munculnya analisa-analisa itu membuat para pemilik modal asing khawatir. Mereka menarik uangnya di negara berkembang untuk kembali ke AS.

"Mereka menjauhi lagi instrumen atau market yang mereka anggap risikonya tinggi. Akhirnya mereka kembali lagi ke AS, beli lagi obligasi AS. Sehingga rupiah dan mata uang regional tertekan," terangnya.




(ang/ang)

Hide Ads