Trump Masih Ogah Akui Kekalahan Pilpres AS, Wall Street Harus Waspada

Trump Masih Ogah Akui Kekalahan Pilpres AS, Wall Street Harus Waspada

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 19 Nov 2020 10:04 WIB
President Donald Trump listens during an event on Operation Warp Speed in the Rose Garden of the White House, Friday, Nov. 13, 2020, in Washington. (AP Photo/Evan Vucci)
Foto: AP/Evan Vucci
Jakarta -

Sebagian besar investor Wall Street menilai upaya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk membalikkan hasil pemilihan presiden (Pilpres) akan menghadapi kegagalan. Meski begitu, JPMorgan mewanti-wanti para kliennya bahwa ada kemungkinan besar proses gugatan Trump ini mengakibatkan kekacauan di pasar.

Chairman of Market and Investment Strategy di JPMorgan Asset Management Michael Cembalest memperingatkan adanya risiko besar yang bisa menciptakan kisah 'horor' dan juga kekacauan konstitusional yang mengiringi upaya Trump menggugat hasil Pilpres yang memenangkan Joe Biden itu.

Tanda-tanda yang sudah muncul ialah aksi Trump yang memecat pejabat tinggi pengawas Pilpres AS pada Selasa (17/11/) lalu. Selain itu, Jaksa Agung William Barr juga sudah memberi wewenang kepada jaksa penuntut untuk menyelidiki dugaan penipuan pada Pilpres dan sertifikasi hasil Pilpres di Michigan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Intinya banyak hal yang sangat tidak ortodoks harus terjadi agar Trump terpilih kembali," tulis Cembalest.

Kekacauan pasca pemilu tentu saja akan mengguncang pasar, pasalnya para investor sangat membenci ketidakpastian. Jika investor tidak tahu siapa yang akan memimpin ekonomi terbesar di dunia, mereka dapat dengan mudah menjual saham terlebih dahulu.

ADVERTISEMENT

"Pasar mungkin bereaksi negatif jika AS sebagai negara mata uang cadangan dunia dipandang meluncur ke jalan menuju ilegalitas elektoral karena manuver pasca pemilu oleh partai politik," kataCembalest.

Di sisi lain, para ahli hukum mengatakan, upaya Trump untuk membatalkan hasil Pilpres sangatlah jauh dari keberhasilan. Sederhananya, Trump telah kehilangan terlalu banyak suara di terlalu banyak negara bagian.

"Tenang, Biden akan dilantik pada 20 Januari," tulis pakar hukum pemilihan konstitusional Negara Bagian Ohio Edward Foley dalam op-ed Washington Post pekan lalu.

(zlf/zlf)

Hide Ads