PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) pada kuartal III-2020 mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 240 miliar dengan EBITDA Rp 17 miliar. Direktur Utama BNBR Anindya Novyan Bakrie mengungkapkan EBITDA ini turun dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 232 miliar.
Dia menyebut pendapatan perseroan juga turun hingga 20% menjadi Rp 1,97 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 2,47 triliun.
"Pandemi jadi salah satu faktor penyebab sehingga beberapa proyek potensial yang dikerjakan perseroan tertunda persiapan atau pelaksanaannya," kata dia dalam konferensi pers virtual, Kamis (17/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anindya mengungkapkan untuk ekuitas tercatat Rp 2,07 triliun turun dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 2,35 triliun. Dia mengaku optimistis mampu mengatasi segala tantangan berat yang hampir pasti akan dijumpai tahun depan.
Setelah menjadikan tahun 2020 sebagai momentum dalam melakukan restrukturisasi postur perseroan dan unit-unit usahanya, BNBR juga telah menyusun serangkaian rencana demi memacu kinerja perusahaan, antara lain melalui upaya percepatan realisasi sejumlah proyek yang tertunda dan terus melanjutkan perluasan bisnis masa depan yang prospektif.
"Tahun 2020 adalah tahun yang berat, tetapi kami cukup resilient menghadapi situasi dan mampu bertahan hingga kini. Kami juga memanfaatkan tahun ini untuk meninjau ulang dan merestrukturisasi postur perusahaan menjadi lebih baik - melalui efisiensi dan pembenahan internal, khususnya secara operasional, finansial, dan organisasi sambil kita menatap tahun 2021 dengan lebih optimis melalui proyek-proyek yang tengah maupun yang akan dijalankan," ujarnya.
Dia menyakini situasi akan jauh lebih baik karena sejumlah proyek yang tertunda akan didorong realisasinya. Beberapa di antaranya adalah proyek PLTU Tanjung Jati A 2x660MW, proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung, dan proyek Pipa Gas Transmisi Kalimantan.
Ia juga mengatakan, optimisme di tahun depan itu juga semakin kuat terasa dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Omnibus Law atau yang kini telah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020.
Menurutnya, UU tersebut akan mampu mendorong kemudahan investasi dan berusaha, serta menjadi jembatan untuk menghubungkan beberapa hal dalam perekonomian Indonesia yang selama ini cenderung masih 'disconnected' atau belum terhubung secara optimal.
"UU Omnibus Law ini nantinya akan mampu menjembatani banyak hal, pertama mengatasi diskoneksi dalam investasi. Kedua, mengatasi diskoneksi peluang demografi yang secara struktural bisa mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pengangguran; dan ketiga, mengatasi diskoneksi perpajakan. Ketiga aspek ini memiliki pengaruh positif secara signifikan untuk pertumbuhan perusahaan di masa depan," kata Anindya.
(kil/ara)