Jakarta -
Indosat dan Tri dikabarkan mau merger. Perusahaan global CK Hutchison Holdings Ltd Hong Kong, yang memiliki Tri Indonesia dikabarkan sedang mendekati kesepakatan dengan QPSC Ooredoo Qatar.
"CK Hutch sedang dalam pembicaraan lanjutan untuk menggabungkan bisnis telekomunikasi Indonesia dengan PT Indosat," kata sumber Bloomberg seperti dikutip Selasa (22/12/2020).
Pengumuman terkait aksi korporasi disebut bisa datang secepatnya minggu ini. Sementara, struktur pasti setiap kesepakatan belum terselesaikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ooredoo sendiri menggenggam sekitar 65% saham Indosat. Sementara, di Indonesia Hutchison memiliki Tri yang dikelola PT Hutchison 3 Indonesia. Kesepakatan ini akan melibatkan penawaran tunai dan saham.
"Kedua perusahaan ditetapkan untuk menjadi pemegang saham signifikan dalam entitas gabungan," kata sumber lebih lanjut.
Kabar itu membuat harga saham Indosat langsung merosot. Dikutip dari data perdagangan RTI, pada pukul 11.12 JATS kemarin, saham ISAT turun 275 poin atau 5% ke level Rp 5.225 per lembar saham. Pada penutupan sebelumnya, saham ISAT tercatat ditutup pada level Rp 5.500.
Saham ISAT sendiri kemarin dibuka pada level Rp 5.625 per lembar saham. Nilai transaksi saham ISAT berada di angka Rp 186,49 miliar dan volume perdagangan 33,16 juta lembar saham.
Baik perwakilan dari CK Hutch dan Ooredoo belum memberikan tanggapan atas hal tersebut. detikcom sudah mencoba menghubungi pihak Indosat maupun Tri, namun hingga berita ini ditulis keduanya belum menjawab.
Apa kata pengamat terkait kabar merger Indosat dan Tri? Klik halaman selanjutnya.
Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan menilai keputusan merger Indosat dan Tri akan mempercepat perkembangan bisnis telekomunikasi di Indonesia. Keputusan itu dinilai sejalan dengan kebutuhan pertumbuhan sektor telekomunikasi ke depan.
"Dengan adanya merger akan membuat bisnis semakin kuat karena ada kemampuan pendanaan yang lebih besar, dengan merger dan akuisisi adanya efisiensi dari sinergi yang dihasilkan dan sebagainya," kata Alfred.
Menurutnya, prospek bisnis telekomunikasi ke depan akan semakin tumbuh. Terlebih pandemi COVID-19 membuat proses digitalisasi di masyakat menjadi lebih cepat, sehingga pertumbuhan konsumsi masyarakat terhadap jasa telekomunikasi akan meningkat.
"Kalau bicara prospek bisnis sektor telekomunikasi di Indonesia ke depan tentu sangat berprospek sekali. Sebelum pandemi COVID, sektor telekomunikasi menjadi yang selalu membukukan pertumbuhan tertinggi, jauh di atas pertumbuhan ekonomi. Perbaikan infrastruktur dan lifestyle membuat konsumsi masyarakat terhadap data dan akses komunikasi terus tumbuh tinggi," ucapnya.
Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi juga menilai keputusan merger Indosat dan Tri merupakan hal yang tepat. Pasalnya, bisnis telekomunikasi dalam beberapa tahun terakhir dianggap lesu sehingga butuh sebuah konsolidasi.
"Memang kan bisnis telekomunikasi meski di masa pandemi agak membaik, tapi secara umum dalam beberapa tahun terakhir agak berat. Sehingga merger atau akuisisi merupakan kewajaran," kata Heru.
Heru menjelaskan bisnis telekomunikasi cenderung menurun terutama dari pendapatan telepon dan SMS. Jumlah pelanggan operator disebut mengalami koreksi akibat program registrasi prabayar.
"Pendapatan dari layanan data juga agak berbeda dan tidak setinggi yang diharapkan. Beberapa perusahaan dalam kondisi merugi, kalau pun terlihat untung itu juga karena asetnya, terutama menara telekomunikasi dijual," tambahnya.
Meskipun kabar merger Indosat dan Tri dinilai sangat menguntungkan bisnis, Heru belum bisa memperkirakan nilai dari keputusan tersebut. Pasalnya, nilai merger tergantung dari keputusan seperti apa yang diambil.