PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) direncanakan akan menerbitkan saham baru melalui mekanisme rights issue (hak memesan efek terlebih dahulu/HMETD). Hal itu menyusul terpilihnya perusahaan berkode BBRI sebagai induk holding ultra mikro.
Holding ultra mikro ini terdiri dari PT BRI (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual, Senin (8/2/2021) memaparkan bahwa dalam skenario penggabungan ketiga usaha tersebut BBRI akan menjadi holding-nya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya BBRI akan menguasai 99,9% saham Pegadaian dan PNM.
Dalam skema HMETD pemerintah akan mengambil bagian seluruhnya dengan cara mengalihkan saham seri B yang dimiliki negara di Pegadaian dan PNM ke BBRI. Penyetoran seluruh saham seri pada Pegadaian dan PNM akan dilakukan sesuai dengan PP 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan Modal Negara kepada BUMN.
Partisipasi pemerintah dalam transaksi ini bentuknya non-cash. Pemerintah tak akan menyuntikkan dana segar ke BBRI dari APBN. Kepemilikan saham pemerintah di BBRI pun tidak akan terdilusi.
Setelah holding terbentuk pemerintah masih akan menguasai ¹56,75% ⤠60%. Sementara itu publik masih akan menguasai ¹40% ⤠43,25% saham BBRI.
Nilai transaksi korporasi ini akan didasarkan pada penilaian independen KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) sesuai dengan ketentuan pasar modal dan berdasarkan laporan keuangan pada 31 Desember 2020.
Namun ingat, Pegadaian dan PNM tidak begitu saja lepas dari pengawasan dan kendali pemerintah. Meskipun nantinya kedua entitas BUMN ini menjadi entitas anak BBRI, tetapi negara masih memiliki 1 lembar saham dwi warna seri A, sehingga masih memiliki voting power untuk beberapa kasus seperti pengangkatan direksi.
Aksi korporasi ini dinilai bakal menguntungkan semua pihak baik bagi korporasi, pemerintah hingga masyarakat secara luas, sebagaimana disampaikan Menkeu dalam presentasinya di parlemen Senin kemarin.
Untuk korporasi, pembentukan holding ini akan membawa setidaknya tiga manfaat utama yaitu peningkatan valuasi dan efisiensi bisnis serta penurunan cost of funds. Semangat yang ingin dibangun ialah sinergi antar-BUMN.
Holding ultra-mikro juga membuat struktur BUMN menjadi lebih ramping sehingga diharapkan mampu meningkatkan tata kelola bisnisnya. Selain itu dengan adanya holding diharapkan mampu meningkatkan rasio penyaluran kredit ke UMKM yang jumlahnya mencapai 98% dari total pelaku usaha.
Sayangnya masih banyak pelaku usaha di segmen ultra mikro yang masih belum tersentuh layanan keuangan formal. Jumlahnya ditaksir mencapai 65% atau kurang lebih 54 juta pelaku usaha.
Dengan adanya pembentukan holding diharapkan dapat menggenjot penyaluran kredit ke UMKM. Berdasarkan target pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 target penyaluran kredit ke segmen ini dipatok naik dari 19,75% menjadi 22%.
Sebagai bank yang berfokus pada kredit UMKM, pembentukan holding ini tentunya memberikan prospek yang cerah bagi kinerja perusahaan ke depannya. Namun akibat pandemi Covid-19 di tahun 2020, kinerja keuangan BBRI ikut terdampak.
Buka halaman selanjutnya untuk dapat ulasan lebih lengkap>>>
(hek/dna)