Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah pada April 2021 (per 19 April) mengalami depresiasi 1,16% secara rerata dan 0,15% secara point to point dibandingkan akhir Maret 2021.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan perkembangan nilai tukar rupiah tersebut seiring dengan masih berlangsungnya ketidakpastian pasar keuangan yang kemudian menahan aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan domestik.
Dengan perkembangan ini, rupiah sampai dengan 19 April 2021 mencatat depresiasi sekitar 3,42% (ytd) dibandingkan akhir 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Relatif lebih rendah dari sejumlah negara berkembang lain, seperti Brasil, Turki, dan Thailand," kata Perry dalam konferensi pers, Selasa (20/4/2021).
Dia mengungkapkan bank sentral terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Perry mengatakan dari sektor eksternal ini juga dipengaruhi oleh suku bunga global yang meningkat. Hal ini memerlukan penyesuaian dalam negeri terhadap yield SBN pemerintah.
Baca juga: Bitcoin Bakal Bersaing dengan Dolar AS cs |
BI dan Kemenkeu melakukan koordinasi secara normal dan smooth.
"Itu dia kenapa penyesuaian kemudian terjadi secara cukup baik dan itu menyebabkan kenapa yield SBN mengalami peningkatan dan rupiah mengalami tekanan dalam beberapa waktu terakhir. Tapi pelemahan rupiah lebih rendah dari sejumlah negara emerging market," tambah dia.
Namun, jika inflow masuk maka akan memberikan dukungan kepada rupiah dan bisa lebih positif.
(kil/ara)