Gojek Indonesia resmi mendapat suntikan modal dari PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) senilai US$ 450 juta atau setara Rp 6,3 triliun. Suntikan modal ini dilakukan secara bertahap dimulai pada tahun 2020.
Awalnya, suntikan modal terjadi pada November tahun lalu senilai US$ 150 juta, dan belum lama ini sebesar US$ 300 juta atau setara Rp 4,3 triliun.
Aski tersebut, dipandang beberapa analis akan berdampak terhadap kinerja keuangan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) secara grup. Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada suntikan modal terhadap Gojek Indonesia merupakan bagian dari strategi digitalisasi yang semakin gencar dilakukan anak-anak usaha TLKM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita lihat imbas positif, tentu tergantung strategi dan target aksi tersebut. Apakah transaksi itu hanya untuk portofolio, atau ada yang ingin dicapai Telkomsel? Misalnya mendapatkan pelanggan baru dari mitra-mitra Gojek yang menggunakan Simpati atau kartu Halo, ini bisa jadi sasaran," ujar Reza saat dihubungi, Selasa (11/5/2021).
Pada akhir 2019 lalu jumlah mitra Gojek tercatat sebanyak 1,8 juta orang terdiri dari 600 ribu pengemudi GoCar dan 1,2 juta orang pengemudi Goride. Tambahan modal dari Telkomsel tersebut menurut Reza tentunya bisa digunakan untuk melakukan ekspansi layanan sehingga memberikan dampak positif bagi Telkomsel.
"Sementara bagi Telkom, kontribusi Telkomsel ini merupakan penyumbang konsolidasi paling besar. Sehingga harapannya dengan adanya tambahan pelanggan baru dari Gojek maka diharapkan pendapatan layanan dan konsolidasi akan berdampak positif," tambahnya.
Manajemen Telkomsel menyatakan investasi ini menjadi momentum integrasi ekosistem kedua perusahaan untuk memberikan nilai tambah bagi pelanggan dan mitra. Serta menghadirkan lebih banyak solusi yang mampu mengembangkan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.
Senior Analis PT. MNC Sekuritas Victoria Venny mengatakan, langkah investasi yang dilakukan oleh Telkomsel di perusahaan digital dinilai sangat tepat. Sebab saat ini perusahaan besar seperti Telkomsel harus melakukan diversifikasi usahanya. Salah satu yang saat ini menarik adalah investasi di perusahaan digital.
Lanjut Venny, sebenarnya tak hanya Telkomsel saja yang melirik perusahaan digital. Saat ini perusahaan besar, baik itu lokal maupun internasional berlomba-lomba berinvestasi di perusahaan digital. Tercatat Group Djarum, ASTRA, EMTK, dan SEA Group juga sudah terlebih dahulu berinvestasi di perusahaan digital.
Bahkan baru-baru ini EMTK dan SEA Group juga menambah investasinya di beberapa perusahaan digital nasional. EMTK dan Telkomsel melakukan investasi di perusahaan digital karena melihat potensi ekonomi digital Indonesia yang masih bisa tumbuh.
"Potensi dana yang bisa diinvestasikan Telkomsel sangat besar. Saat ini Telkomsel merupakan perusahaan telekomunikasi yang memiliki cash terbaik di Indonesia. Jika mereka hanya berinvestasi di infrastruktur telekomunikasi, maka potensi pertumbuhannya sudah bisa diukur. Pertumbuhan perusahaan yang sudah mature paling besar hanya 5%. Namun berbeda ketika mereka berinvestasi di perusahaan digital. Potensi pertumbuhan rintisan ini bisa eksponensial," ucap Venny.
Pengamat pasar modal ini memprediksi pertumbuhan perusahaan digital yang fokus memberikan layanan kebutuhan masyarakat Indonesia masih sangat menjanjikan. Contohnya TaniHub atau Sayur Box. Dengan TaniHub dan Sayur Box, perusahaan rintisan tersebut berhasil memangkas rantai pasok serta menghubungkan antara pembeli dan petani.
Karena rantai pasok terpangkas, maka baik petani maupun konsumen mendapatkan benefit yang lebih besar. Contoh perusahaan digital lainnya yang bisa tumbuh signifikan di mata Venny adalah HaloDoc dan SiCepat.
Strategi digitalisasi terbukti berhasil membuat Telkom membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 136,46 triliun. Angka ini tumbuh sebesar 0,7% jika dibandingkan tahun 2019.
Selain itu laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) perseroan tahun 2020 tercatat sejumlah Rp 72,08 triliun dengan laba bersih Rp 20,80 triliun. Di mana masing-masing tumbuh sebesar 11,2 persen dan 11,5% dibandingkan tahun 2019.
Analis Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat dan Henry Tedja dalam risetnya menyatakan kinerja Telkom sepanjang tahun lalu lebih baik dibandingkan ekspektasi mereka.
Keduanya juga menyebut Telkom memiliki arus kas dan neraca keuangan yang sehat sepanjang 2020. Kondisi yang menurut mereka memberikan angin segar bagi investor dari sisi pembagian dividen.
Senada dengan Mandiri Sekuritas, kajian Nomura International Ltd terhadap emiten berkode saham TLKM juga menyatakan Telkom berhasil mencatatkan kinerja yang bagus sepanjang tahun lalu.
(hek/das)