Akan tetapi pelonggaran itu justru menimbulkan tekanan inflasi sehingga mengakibatkan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri karena nilai rupiah menjadi over valued.
Pada 15 November 1978 pemerintah mengambil kebijakan yang dikenal dengan KNOP 15 yang mendevaluasi Nilai Rupiah sebesar 33,6% dari Rp 415 per US$ menjadi Rp 625 per US$. Sejak saat itu pula sistem nilai tukar diubah menjadi sistem nilai tukar mengambang terkendali dengan mengaitkan mata uang Rupiah dengan sekeranjang mata uang mitra dagang utama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonomi Indonesia juga terguncang ketika anjloknya harga minyak dunia yang terjadi pada 1980-an karena banjirnya pasokan minyak dunia. Harga minyak mentah dari US$ 35 per barel turun menjadi kurang dari US$ 10 pada 1986.
"Krisis ekonomi tahun 1980-an awal negara bangkrut karena harga minyak turun di bawah US$ 10 per barrel. Pertamina bangkrut dan negara bangkrut karena 80% pendapatan negara berasal dari minyak," kata Ekonom Indef Didik J Rachbini.
Saat itu Pertamina mengalami kerugian hingga US$ 10,5 miliar. Ibnu Sutowo yang saat itu menjadi Dirut Pertamina dituding korupsi dan menjadi penyebab kebangkrutan Pertamina.
Didik mengatakan, kala itu pemerintah menyelesaikan sengkarut perekonomian dengan strategi dan kebijakan ekonomi outward looking, yaitu menggalang ekspor dan daya saing nasional. "Dari kebijakan ini maka ekspor kita berkembang dari hanya US$ 20-30 miliar menjadi lebih dari US$ 100 miliar," tambahnya.
Saat itu juga kerap disebut sebagai periode liberalisasi. Pemerintah Orde Baru melakukan liberalisasi pada sektor industri, pertanian dan pangan.
Dengan memanfaatkan upah buruh yang murah, pemerintah Orde Baru mencoba untuk menarik investor asing. Investor asing juga masuk ke sektor pertanian dengan memproduksi pupuk kimia dan pestisida.
Loncat hingga ke penghujung pemerintahan Orde Baru mulai terjadi tanda-tanda krisis ekonomi sejak 1997. Gelombang dimulai dari Thailand, meskipun Indonesia saat itu belum terlihat gejala krisisnya. Namun saat itu banyak dari perusahaan nasional yang memiliki utang di luar negeri. Rupiah mulai melemah pada Agustus 1997.
Memasuki pertengahan 1997 Indonesia pun meninggalkan sistem kurs terkendali. Penyebabnya, cadangan devisa Indonesia rontok karena terus-terusan menjaga dolar AS bisa bertahan di Rp 2.000-2.500. Setelah memakai kurs mengambang, dolar AS secara perlahan mulai merangkak ke Rp 4.000 di akhir 1997, lanjut ke Rp 6.000 di awal 1998.
Setelah sempat mencapai Rp 13.000, dolar AS sedikit menjinak dan kembali menyentuh Rp 8.000 pada April 1998. Namun pada Mei 1998, Indonesia memasuki periode kelam. Penembakan mahasiswa, kerusuhan massa, dan kejatuhan Orde Baru membuat rupiah 'terkapar' lagi.
Sampai akhirnya dolar AS menyentuh titik tertinggi sepanjang masa di Rp 16.650 pada Juni 1998. Kondisi itu menimbulkan kekacauan di Indonesia. Hingga akhirnya Orde Baru tumbang digantikan Reformasi pada Mei 1998.
(fdl/fdl)