PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mewajibkan perusahaan tercatat di bursa menyusun sustainability report dan sustainability action plan untuk mendorong penerapan ESG (Environmental, Social, & Governance) guna meminimalkan risiko investor berinvestasi.
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BEI Ignatius Denny Wicaksono menjelaskan kewajiban membuat sustainability report dan sustainability action plan bisa dilihat sebagai langkah punishment oleh BEI untuk mendorong perusahaan menerapkan ESG.
"Selain itu BEI juga mengembangkan berbagai tool untuk mengukur penerapan ESG perusahaan," ucapnya dikutip Rabu (8/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Denny menjelaskan output dari tool yang dikembangkan oleh BEI dalam mengukur penerapan ESG oleh perusahaan berupa ESG risk rating yang akan memudahkan investor memilih perusahaan untuk berinvestasi. Ia menilai investor akan memilih perusahaan dengan ESG risk rating terendah untuk meminimalkan risiko berinvestasi.
"Hingga Desember 2021, 40 dari 80 perusahaan tercatat di BEI memiliki ESG Risk Rating 0-30, atau berada di kisaran risiko berkategori negligible hingga medium risk," imbuhnya.
Sekadar informasi ESG risk rating dimulai dari skala 0-10 (negligible), 10-20 (low risk), 20-30 (medium risk), 30-40 (high risk) dan lebih dari 40 (severe).
Sementara itu Managing Partner Social Investment Indonsia (SII), Fajar Kurniawan menyebut konsep ESG berfungsi sebagai investment screening (penapis investasi) bagi para investor untuk memudahkan memilih portofolio investasi dengan risiko yang terkelola dengan baik, baik risiko terkait lingkungan, sosial maupun tata kelola.
"Investor secara rasional hanya akan memilih portofolio investasi dengan peluang keberlanjutan dan risiko yang minimal," ungkap Fajar.
Fajar berharap berharap melalui acara ISIF keenam, yang bertema 'Adopting ESG, Driving Sustainability" yang berlangsung mulai tanggal 7-9 Desember 2021 ini, betul-betul bisa men-trigger perusahaan untuk melakukan proses adopsi ESG dalam praktik bisnisnya. Selain itu tidak menjadikan ESG sekadar untuk pencitraan perusahaan semata, tanpa memperhatikan substansi penerapannya atau menjadi ESG-washing.
Di Indonesia, penerapan ESG belum seperti di luar negeri, tapi pasti akan terjadi akselerasi dalam penerapannya ke depan, karena di dunia telah berkembang cara pandang baru tentang dunia bisnis, ungkap Direktur Eksekutif - Kehati Foundation, Riki Frindos. Menurut Riki, awalnya ESG sebagai investasi sosial hanya dilihat berdampak pada pemangku kepentingan di luar perusahaan, namun saat ini ESG selain berdampak pada pemangku kepentingan di luar perusahaan juga berdampak nyata bagi perusahaan.
"ESG is good for every one, sejumlah penelitian menunjukkan kinerja ESG sebuah perusahaan berkorelasi positif dengan kinerja keuangan sebuah perusahaan." imbuhnya lagi.