Nilai tukar dolar AS masih mengalami penguatan dan saat ini per dolar AS masih berada di posisi Rp 14.975. Pada pekan lalu, dolar AS sempat menekan rupiah hingga posisi Rp 15.000.
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto mengungkapkan pemicu utama tetap masih dari pasar keuangan global, khususnya dari Amerika Serikat (AS).
"Pelaku pasar memperkirakan angka inflasi US bulan Juni 2022 yang masih tetap tinggi. Perkiraan pelaku pasar atas inflasi Juni berkisar antara 8,6% - 9 %," kata dia saat dihubungi, Rabu (13/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edi menyebut kan hal itu mendorong pelaku pasar masih terus melanjutkan investasi di safe haven currency yaitu dolar AS, sehingga mata uang tersebut terus mengalami penguatan di mana indeks USD (DXY) meningkat sampai di atas 108. Dia menyebut ini merupakan yang tertinggi dalam 20 tahun.
Menurut dia hampir semua mata uang emerging market mengalami pelemahan gegara dolar AS, termasuk rupiah. Volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah relatif terkendali.
Baca juga: Dolar AS Masih Nyaris Rp 15.000 |
Edi menambahkan, BI tentunya memastikan berada di market dengan triple intervention, untuk mengawal berfungsinya mekanisme pasar dan menjaga keseimbangan supply-demand valas di market.
"Di samping itu juga BI memastikan kondisi likuiditas Rupiah dalam kondisi yang cukup dengan kebutuhan ekonomi," jelasnya.
Dikutip dari Reuters nilai dolar AS hari ini tercatat Rp 14.975. Pada pembukaan tercatat Rp 14.943. Untuk pergerakan harian diprediksi Rp 14.975 - Rp 14.991.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan pelemahan yang terjadi pada rupiah akhir-akhir ini disebabkan oleh penguatan dolar karena adanya kenaikan bunga Fed.
"Kenaikan dolar AS ini tidak hanya terjadi pada rupiah, tapi juga pada hampir seluruh mata uang dunia. Untuk ini tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah maupun BI," jelas dia.
Menurut Piter, faktor kedua adalah karena spread suku bunga yang menipis yang disebabkan BI tidak menaikkan suku bunga acuan.
Hal ini menyebabkan aliran modal tertahan atau bahkan keluar. Sehingga rupiah tertekan melemah.
Faktor ketiga adalah ekspektasi. "Masyarakat yang berekspektasi rupiah melemah melakukan spekulasi menumpuk dolar AS. Sehingga demand terhadap dolar AS naik dan rupiah melemah," jelasnya.
Menurut Piter, faktor kedua dan ketiga ini bisa dikurangi dampaknya apabila BI menaikkan suku bunga.
Simak Video "Video Ketua MPR soal Rupiah Nyaris Rp 17 Ribu Per USD: Momentum Tingkatkan Ekspor"
[Gambas:Video 20detik]
(kil/zlf)