Belum 100% pulih dari pandemi COVID-19, hal yang dikhawatirkan dunia akan segera terjadi. Sejumlah lembaga dan pakar ekonomi memprediksi bahwa beberapa negara di dunia terancam memasuki jurang resesi di tahun 2023.
Selain itu, potensi krisis mata uang juga membayangi negara-negara di Asia dengan menguatnya dolar Amerika terhadap mata uang mereka. Meskipun Indonesia tidak sepenuhnya masuk dalam daftar negara tersebut, akan tetapi hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Perekonomian negara-negara Asia sebagian besar tetap tangguh dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Eropa. Berdasarkan survei dari situs Bloomberg, Indonesia menduduki peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang kemungkinan mengalami resesi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Apa Itu Resesi?
Menurut National Bureaus of Economic Research (NBER), resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Para pakar ekonomi menyebutkan bahwa terdapat indikator yang memicu terjadinya resesi, di antaranya:
- Menurunnya Produk Domestik Bruto (PDB)
- Meningkatnya pengangguran
- Stagnasi produksi industri dan penjualan eceran
- Pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif
Mengutip Business Insider, peristiwa tak terduga dapat menyebabkan guncangan ekonomi secara meluas, seperti pandemi COVID-19 atau krisis geopolitik yang terjadi di Rusia dan Ukraina. Selain itu, tingkat utang yang berlebihan, adanya deflasi atau inflasi berkepanjangan, pecahnya gelembung aset serta hilangnya kepercayaan konsumen juga menjadi faktor terjadinya resesi.
Berapa Lama Resesi Berlangsung?
Tak ada seorang pun yang dapat memprediksi dengan pasti seberapa lama resesi akan berlangsung. Hal itu dikarenakan sifat siklus bisnis yang tidak bisa diprediksi secara keseluruhan. Namun, jika menilik sejarah pasca Perang Dunia II, rata-rata resesi berlangsung selama 11 bulan.
Saat resesi berlangsung, daya beli masyarakat akan menurun karena harga yang kian mahal. Hal ini tentu mengakibatkan efek domino bersifat negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Perusahaan hanya akan memproduksi dan melakukan penjualan lebih sedikit karena minimnya keuntungan. Berbagai upaya dilakukan perusahaan agar terhindar dari kebangkutan. Mulai dari perang harga dengan kompetitor, pemotongan biaya operasional, atau menutup area bisnis yang kurang menguntungkan.
Akan tetapi, ketika perusahaan menutup area bisnis dan memotong biaya operasional, dapat diartikan bahwa perusahaan sedang melakukan pengurangan karyawan (PHK) atau membatasi jumlah lowongan kerja. Dengan demikian, tanpa adanya aktivitas dan mobilitas manusia, roda ekonomi pun akan macet.
Persiapkan 3 Hal Ini Sebelum Terjadi Resesi
Ketika terjadi resesi, tak sedikit trader maupun investor akan mengalami kepanikan. Akibatnya, mereka memutuskan untuk menarik dana dari pasar keuangan. Hal ini justru akan membuat harga sejumlah aset turun.
Padahal, tak semua aset keuangan terkena imbas negatif resesi. Agar dapat menekan kerugian akibat fluktuasi harga, ada baiknya trader atau investor mempersiapkan tiga hal berikut.
1. Buat Tabungan Dana Darurat
Di tengah ketidakpastian ekonomi, memiliki dana darurat diperlukan untuk menjaga likuiditas individu. Ada baiknya pisahkan tabungan darurat dengan rekening sehari-hari. Jangan menjadikan dana darurat sebagai simpanan aset seperti deposito karena tidak bisa digunakan secara leluasa. Tak masalah jika nominal tabungan darurat belum terkumpul sepenuhnya, yang terpenting konsisten setiap waktunya dalam menyisihkan uang untuk dana darurat.
2. Kurangi Utang Konsumtif
Ketika resesi benar-benar terjadi, umumnya suku bunga akan mengalami kenaikan berkali lipat. Oleh karena itu, jangan mengambil utang jangka panjang atau konsumtif. Namun, apabila sudah memiliki utang dalam jangka panjang, ada baiknya menyisihkan sebagian uang untuk meng-cover cicilan dalam beberapa waktu ke depan.
3. Jangan Berhenti Berinvestasi
Dengan kondisi pasar yang fluktuatif, bukan berarti trader harus mengurangi atau berhenti trading. Terapkan strategi diversifikasi atau tidak menghabiskan modal untuk satu aset saja. Diversifikasi dianggap sukses apabila trader memiliki aset dengan korelasi negatif, seperti emas dan dolar Amerika.
Temukan Peluang di Tengah Resesi
Meski perekonomian global dihantui resesi dan melonjaknya inflasi seiring dengan berlangsungnya perang Rusia dan Ukraina, trading online nyatanya masih menjadi pilihan terbaik untuk tetap cuan.
Ada baiknya pilih aset trading yang bersifat safe haven seperti, logam mulia dan forex. Emas dan perak dikenal memiliki nilai yang lebih aman di tengah kondisi pasar global yang dinamis. Logam mulia dinilai sangat menguntungkan karena tahan terhadap inflasi, memiliki likuiditas tinggi, dan memiliki nilai yang universal. Sementara dolar AS masih menjadi patokan untuk mengukur valuasi di pasar finansial dan mata uang cadangan di banyak negara.
Walaupun kondisi pasar di tengah ketidakpastian, penting bagi trader untuk memiliki portofolio trading yang terdiversifikasi agar meminimalisir risiko tak terduga. Di Valbury Asia Futures, terdapat berbagai pilihan aset safe haven yang dapat Anda perdagangkan.
Sebagai pelopor perdagangan pasar berjangka di Indonesia, Valbury Asia Futures sudah terjamin legalitasnya di bawah pengawasan Bappebti dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Temukan peluang terbaik dan rasakan kemudahan trading dalam aplikasi Valbury. Daftar dan download aplikasinya sekarang. Tersedia untuk pengguna Android dan iOS.
Disclaimer:
Perdagangan berjangka memiliki risiko yang tinggi. Apabila hendak berinvestasi dalam perdagangan berjangka, Anda terlebih dahulu harus mengerti dan memahami kegiatan perdagangan berjangka serta isi dari Perjanjian dan Peraturan Perdagangan
(Content Promotion/Valbury)