PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) membukukan rugi bersih tahun berjalan senilai US$ 131,65 juta atau setara Rp 2,03 triliun.
Direktur Utama Krakatau Steel Purwono Widodo mengatakan kerugian itu diakibatkan masih tingginya beban keuangan senilai US$ 129,59 juta atau setara Rp 2 triliun dan rugi selisih kurs senilai US$ 9,62 juta atau setara Rp 148,48 miliar.
Dia menyebutkan pendapatan perseroan sepanjang tahun 2023 senilai US$ 1,45 miliar atau setara Rp 22,45 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi biaya usaha, terjadi penurunan enam persen dibanding tahun lalu menjadi senilai USD 125,33 juta atau setara Rp 1,94 triliun di tahun 2023 dan ada tambahan kontribusi positif dari bagian laba entitas asosiasi senilai USD 41,41 juta atau setara Rp 0,64 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan bahwa utang KRAS berlangsung cukup lama, yakni sejak 2012. Bahkan, kata Esther, utang KRAS cukup dalam saat wabah Covid-19 berlangsung.
"Namun, negara juga tidak membantu, sehingga porsi utang KS dari tahun ke tahun makin banyak. Oleh karena itu harusnya dilakukan restrukturisasi," ucap Esther.
Esther menilai restrukturisasi bisa dilakukan mulai dari menganalisis lini bisnis Krakatau Steel.
"Misalnya banyak bisnis-bisnis KS yang melenceng. Anak-anak perusahaannya harus dilihat lagi apakah dia sehat atau tidak penyakinya di mana. Jadi, jangan sampai misalnya sudah KS induknya enggak sehat tetapi terbebani dengan anak persuahaan yg tidak sehat," ungkap Esther.
Dia menyebutkan kerugian KS diturunkan sedikit demi sedikit dan seluruh anak perusahaan sampai cucu perushaan harus dianalisis.
Sebab, Esther menilai saat ini pembangunan infrastruktur harusnya menjadi kesempatan KS untuk berjaya.
"Pembangunan kan pakai baja jadi patut dipertanyakan kok malah bangkrut Padahal ada kue yang dibagi untuk BUMN sudah jelas," pungkas Esther.
(fdl/fdl)