Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tengah mengalami tren pelemahan, bahkan sempat nyaris menembus Rp 16.500. Kondisi ini sedikit banyak mempengaruhi dunia usaha, bahkan berpotensi memicu langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi mengatakan, para pelaku usaha, khususnya yang melakukan aktivitas impor merasa sangat terbebani dengan kondisi ini.
"Sangat terbebani. Dan yang susah bukan importirnya saja, tapi masyarakat karena nggak sanggup beli kebutuhannya," kata Subandi, kepada detikcom, Rabu (19/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dolar AS sempat berada di posisi Rp 16.486,50 pada 12.00 UTC hari Senin kemarin. Sedangkan hari ini, nilainya telah turun ke posisi Rp 16.369. Subandi mengatakan, dampak dari pelemahan rupiah ini telah mulai dirasakan para pengusaha dalam waktu yang cukup lama.
"Dalam jangka waktu yang panjang pengusaha akan sulit melakukan kegiatannya dan berujung PHK untuk mengurangi resiko kerugian," imbuhnya.
Atas kondisi ini, para pelaku usaha menyiapkan sejumlah langkah antisipasi. Pertama, menunda transaksi yang menggunakan mata uang dolar AS. Apabila mata uang negara pengeksport tidak naik, biasanya pihaknya akan menggunakan pola Local Currency Settlemen (LCS), yaitu membayar dengan menggunakan mata uang lokal seperti yuan atau renminbi. Hal ini berarti mengurangi volume import dan berdampak pada berkurangnya produksi.
Lalu yang kedua, akan menaikkan harga jual produk. Namun hal ini beresiko memperburuk kondisi apabila daya beli masyarakat sedang turun. Kemudian yang ketiga, mengurangi ukuran maupun takaran.
"Dari ketiganya yang sudah berjalan adalah menurunkan produksi dan menunda transaksi menunggu hingga mata uang dolarnya turun. Untuk mengurangi resiko jangka panjang, pengusaha juga akan melakukan cutting cost atau reduce cost termasuk salah satunya merumahkan sementara atau secara permanen karyawanya," jelasnya.
Tidak hanya importir, dampak penguatan nilai dolar juga dirasakan oleh eksportir. Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan, para pelaku usaha mulai merasakan dampaknya terhadap operasional perusahaan.
"Adapun dampaknya, tentu dari sisi penerimaan negara karena nilai rupiah terdepresiasi. Tapi dampak dari pengusaha juga ada karena sebagian besar komponen impor alat berat, kemudian fuel cost juga," kata Hendra, dihubungi terpisah.
Simak juga Video: Dolar AS Nyaris Rp 16.300, Jokowi: Semua Negara Tertekan!