Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka-bukaan tentang kondisi bursa karbon atau IDXCarbon. Hal ini menyusul tanggapan sejumlah pihak yang menilai bursa karbon RI terbilang masih sepi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menilai, bursa karbon Indonesia yang berada di bawah kewenangan OJK ini diibaratkan sebagai warung untuk menjual produk karbon.
"Jadi memang warungnya sudah setahun lebih, sudah baik menurut kami, sudah ada fasilitasnya, peraturannya, perizinannya. Cuma yang dijual belum ada. Kecuali memang yang terbatas dengan jumlah transaksi di sekitar Rp 50 miliar," kata Mahendra, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (18/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahendra mengatakan, dirinya mengharapkan bahwa produk-produk karbon yang diperjual-belikan ini bisa mengandalkan perusahaan pemerintah. Sebab, produk karbon itu adalah kewenangan pemerintah, mulai dari produk karbonnya, registrasinya, sertifikasinya, dan semua kebutuhan.
Di samping itu, Indonesia juga belum memiliki peraturan khusus berkaitan dengan batas atas emisi maksimum. Menurutnya, hal ini sangat diperlukan dalam membentuk ekosistem untuk permintaan atau pembeli bursa karbon itu sendiri
"Di sisi permintaan, juga diperlukan ekosistem. Sampai saat ini belum ada peraturan berkaitan dengan apa yang disebut batas atas emisi maksimum. Dari industri, dari pelaku usaha, macem-macem, sehingga tidak ada insentif dan disinsentif untuk melakukan pengurangan emisi karbon," ujarnya.
Hal tersebut juga termasuk dengan kebijakan pajak karbon yang hingga saat ini belum ditetapkan, yakni bagaimana konsumen, pengusaha, dan proses bisnisnya untuk mengurangi emisi karbon atau membayar pajak. Hal ini diperlukan untuk mendorong geliat industri pajak karbon.
"Untuk mendorong bagi transaksi di pasar karbon yang tidak dapat memenuhi, dia mencarinya di bursa karbon. Jadi dari segi pasokan maupun dari segi permintaan, ini diperlukan kebijakan yang terintegrasi. Sehingga, produknya bisa masuk dan kemudian aktivitasnya juga berjalan baik," kata dia.
Indonesia sendiri disebut-sebut memiliki potensi jumbo untuk daya tampung karbon yakni hingga 577 juta ton kredit karbon. Mahendra berharap, potensi ini bisa segera dimanfaatkan dan masuk ke dalam pasokan produk yang diperdagangkan di bursa karbon.
"Kami tentu sangat berharap hal ini bisa direalisasi sehingga aktivitas dan transaksi setelah volumenya dapat meningkat dengan baik," tutupnya.
Sebagai informasi, Perdagangan bursa karbon Indonesia telah berjalan satu tahun. Dalam rentang waktu tersebut, sebanyak 613.894 ton karbondioksida ekuivalen yang telah diperdagangkan dengan nilai lebih dari Rp 37 miliar.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengatakan dalam satu tahun terakhir, perkembangan bursa karbon Indonesia menunjukkan ke arah positif dan mendapatkan respons yang baik dari pelaku pasar. Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, pengguna jasa karbon mengalami kenaikan.
"Sejak 26 sep 2023, pengguna jasa karbon mengalami kenaikan. Dari awal sebanyak 16 pengguna jasa pertama saat ini sudah ada 81 pengguna jasa," kata Iman dalam acara Peringatan Satu Tahun Berdirinya Bursa Karbon Indonesia, Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (3/10/2024).
"Saat ini tercatat 1,7 juta ton CO2 ekuivalen unit karbon SPE-GRK (Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca) yang terdaftar di bursa karbon dan sebanyak 613.894 ton CO2 ekuivalen yang telah diperdagangkan dengan nilai lebih dari Rp 37 miliar," sambungnya.
Lebih lanjut, dari total karbon yang diperdagangkan itu, ada lebih dari 420.150 ton unit karbon yang digunakan untuk pengimbangan (offset) dari proses retirement. Iman menjelaskan sampai dengan hari ini, terdapat 3 proyek unit karbon yang telah terdaftar dan dapat diperdagangkan di Bursa Karbon Indonesia. Pertama, Proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 dari PT Pertamina Geothermal Energi Tbk yang diperjualbelikan oleh PT Pertamina Power Indonesia.
Kedua, pembangunan pembangkit listrik baru berbahan bakar gas gumi atau PLTGU Muara Karang Blok 3 milik PT PLN Nusantara Power. Terakhir, pengoperasian pembangkit listrik tenaga mini hidro atau PLTM Gunung Mugu yang terdaftar atas nama PT PLN Indonesia Power.
(shc/rrd)