Dolar AS Makin Perkasa, Nyaris Tembus Rp 16.000

Dolar AS Makin Perkasa, Nyaris Tembus Rp 16.000

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 04 Des 2024 10:11 WIB
Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah pagi ini bergerak di dua arah. Mata uang Paman Sam sempat naik 4 poin (0,02%) ke level Rp 16.160 dan tak lama kemudian turun ke Rp 16.119.
Foto: Andhika Prasetia
Jakarta -

Dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap rupiah pagi ini. Mata uang Paman Sam itu menghijau di level Rp 15.900-an.

Dikutip dari data RTI, Rabu (4/12/2024), dolar AS pukul 09.40 WIB berada pada level Rp 15.954. Dolar AS menguat 25 poin atau sebanyak 0,16%.

Dolar AS cenderung menguat terhadap mata uang lainnya. Dolar AS menguat 0,80% terhadap dolar Australia, terhadap euro menguat 0,09%, terhadap yen Jepang menguat 0,17%. Sementara, dolar AS melemah 0,17% terhadap yuan China.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini investor masih menunggu arah kebijakan moneter terkait pemangkasan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed. Salah satunya yakni pidato Jerome Powell yang dijadwalkan pada Kamis (5/12) dini hari.

Sebelumnya, dalam notulen dari pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) November, pejabat The Fed menyampaikan bahwa inflasi sedang melambat dan pasar tenaga kerja tetap kuat memungkinkan adanya pemotongan suku bunga lebih lanjut meskipun dilakukan secara bertahap.

ADVERTISEMENT

Ringkasan pertemuan tersebut memuat beberapa pernyataan yang menunjukkan bahwa para pejabat merasa nyaman dengan laju inflasi, meskipun menurut sebagian besar ukuran, inflasi masih berada di atas target 2% yang ditetapkan oleh Fed.

Dengan hal tersebut dan keyakinan bahwa situasi lapangan pekerjaan masih cukup solid, anggota FOMC menunjukkan bahwa kemungkinan pemotongan suku bunga lebih lanjut akan dilakukan, meskipun mereka tidak menentukan kapan dan seberapa besar.

"Dalam membahas prospek kebijakan moneter, peserta memperkirakan bahwa jika data sesuai dengan harapan, dengan inflasi yang terus menurun secara berkelanjutan menuju 2% dan ekonomi tetap berada dekat dengan kondisi pekerjaan maksimum, maka kemungkinan besar akan tepat untuk bergerak secara bertahap menuju kebijakan yang lebih netral dari waktu ke waktu," kata notulen tersebut dikutip dari CNBC.

(acd/acd)

Hide Ads