PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan fitur Repurchase Agreement (Repo) dalam Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) guna mendongkrak transaksi efek bersifat utang dan sukuk (EBUS). SPPA adalah trading platform bersifat EBUS yang diamanatkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Pasar Alternatif.
Tahun ini, transaksi EBUS melalui SPPA ditargetkan sebesar Rp 200 triliun. Sementara pada 2024, total transaksi SPPA mencapai Rp 246,1 triliun dengan rata-rata total transaksi bulanan meningkat 73% menjadi Rp 20,1 triliun. Sementara transaksi harian, tumbuh 81% menjadi Rp 1,01 triliun sepanjang 2024.
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 1 BEI, Firza Rizqi Putra, mengatakan transaksi perdagangan di SPPA hingga Februari 2025 mencapai Rp 48 triliun. Maka, rata-rata transaksi harian SPPA diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi untuk data perdagangan SPPA hingga bulan Februari 2025 sudah mencapai Rp 48 triliun rupiah. Jadi transaksi yang mungkin sekitar 1,5 triliun on a daily average basis," kata Firza dalam konferensi persnya secara virtual, Senin (10/3/2025).
Firza mengatakan, peluncuran fitur Repo menjadi langkah tepat lantaran pangsa pasar SPPA yang cukup besar. Saat ini, Firza menyebut semakin banyak pengguna jasa SPPA dari perbankan hingga perusahaan sekuritas.
"Dengan adanya fitur Repo dan juga inline dengan fokus dari otoritas sektor keuangan baik OJK dan juga Bank Indonesia yang akan fokus terhadap collateral funding. Kami rasa ini merupakan momen yang tepat untuk menghadirkan fitur Repo on top of cash outright fixed income," jelasnya.
"Jadi kalau kita lihat memang tahun lalu sekitar Rp 15.000 triliun transaksi yang terjadi di OTC baik fixed income maupun juga Repo itu porsinya adalah 50%-50% kurang lebih. Jadi ada kurang lebih Rp 6.000 triliun baik di cash outright dan juga Repo yang bisa kita acquire market share dan kami rasa ini merupakan momen yang tepat untuk mengembangkan SPPA dengan adanya fitur Repo ini," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik mengatakan, fitur Repo dalam SPPA memberikan proses yang efisien dan efektif pada para pengguna jasa mulai dari pra-trade hingga post-trade.
Untuk pre-trade, kata Jeffrey, akan mengatur batasan jumlah trading maksimum yang diberikan kepada pihak lain atau counter party limit. Sementara post-trade atau setelah perdagangan akan otomatis dilaporkan ke PLTE OJK dan Bank Indonesia Antasena.
"Transaksi Repo pada platform yang sama dengan transaksi jual-beli SUN (surat utang negara) akan menjadikan SPPA sebagai pool of liquidity atas perdagangan surat utang di Indonesia. Hal ini tentu akan memudahkan bank, BPD, sekuritas, dan money broker yang tergabung dalam pengguna jasa SPPA untuk memonitor dan melakukan transaksi baik pada pasar surat utang dan pasar uang dengan single platform yang sama," jelasnya.
Jeffrey mengatakan, SPPA menawarkan proses perdagangan hingga post-trade yang straight through processing (STP) sehingga dapat menjawab kebutuhan industri atas mekanisme transaksi di pasar uang.
Ia menambahkan, saat ini tercatat 39 pengguna jasa aktif SPPA dengan rata-rata nilai transaksi harian lebih dari Rp 1 triliun. Jeffrey meyakini, SPPA akan memainkan peran penting dalam ekosistem perdagangan surat uang dan pasar keuangan Indonesia.
"Kami berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik sehingga para pelaku pasar mendapatkan harga yang terbaik, mekanisme perdagangan yang best practice, serta proses post-trade yang efisien melalui SPPA ini," tutupnya.
(fdl/fdl)