Mengakhiri kuartal pertama tahun ini, pasar keuangan Indonesia semakin tertekan. Gejolak global ditambah sejumlah ketidakpastian yang terjadi di dalam negeri telah menekan pasar saham dan nilai tukar.
Diperlukan kecermatan ekstra untuk memilih investasi yang aman dan tetap mampu menghasilkan cuan. Berbagai kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diperkirakan akan memberi tekanan terhadap inflasi di AS.
Sehingga hal ini akan berpengaruh juga terhadap suku bunga di negara berkembang yang akan sulit dipangkas. Akibat perang dagang ini, Indonesia juga dapat dirugikan oleh dumping dari China yang mengalami kesulitan ekspor ke Amerika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harry Su, Managing Director Research and Digital Production PT Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan, turunnya peringkat saham dan rating Indonesia yang dilakukan oleh beberapa perusahan investasi internasional semakin memperparah tekanan terhadap indeks dan rupiah.
Hantaman PHK yang dilakukan sejumlah perusahaan di dalam negeri, ditambah deflasi menjadi ancaman terhadap tingkat konsumsi masyarakat ke depan yang pada akhirnya akan memperlambat laju perekonomian.
''Keberadaan Danantara yang sarat dengan intervensi politik dan terungkapnya sejumlah kasus korupsi besar serta upaya revisi terhadap RUU TNI menambah kekhawatiran investor asing terhadap transparansi di Indonesia,'' ungkapnya dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).
Apalagi sekarang sudah mendekati libur Lebaran, berbagai faktor ini menyebabkan terjadinya aksi jual di pasar saham. Sebelum penutupan perdagangan sesi pertama hari ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan pembekuan sementara perdagangan atau trading halt, yang dipicu oleh penurunan indeks mencapai 5%.
Hal ini mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh BEI. Samuel Sekuritas memperkirakan indeks harga saham gabungan (IHSG) akan berada dilevel 7.300 dan nilai tukar Rp 16.600/US$ pada akhir 2025.
Investasi Hobi Dengan berbagai tekanan yang terjadi, sejumlah saham yang masih layak untuk dikonsumsi di antaranya Indofood CBP (ICBP), Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), Japfa Comfeed Indonesia (JPFA).
''Kami juga menganjurkan investor untuk mengoleksi saham yang memberikan dividen tinggi seperti Astra International (ASII), HM Sampoerna (HMSP), Unilever Indonesia (UNVR),'' papar Harry.
Ia menambahkan, untuk sementara hindari saham-saham dari sektor teknologi, semen, infrastruktur dan energi terbarukan, dan jangan menempatkan investasi hanya dalam satu instrumen saja dalam kondisi pasar yang penuh volatilitas. Selain saham, obligasi dan emas juga layak untuk dikoleksi.
(ily/fdl)