Kabar Diakuisisi Grab Jadi Katalis Sementara buat GoTo

Kabar Diakuisisi Grab Jadi Katalis Sementara buat GoTo

Andi Hidayat - detikFinance
Jumat, 09 Mei 2025 13:20 WIB
Infografis Pesaing Gojek dan Grab
Foto: Tim Infografis: Andhika Akbarayansyah
Jakarta -

Perusahaan layanan jasa transportasi asal Malaysia Grab, dikabarkan hendak mengakuisisi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Berdasarkan kabar yang beredar, aksi korporasi itu bakal rampung di kuartal II tahun ini.

Isu ini banyak disayangkan ekonom, lantaran merger atau penggabungan usaha yang dilakukan melibatkan entitas usaha yang berbeda negara. Merger ini dikhawatirkan akan menimbulkan monopoli asing di pasar domestik. Lantas, apa dampaknya terhadap kinerja saham GOTO dengan beredarnya isu tersebut?

Mengutip data perdagangan saham RTI Business pada Jumat (9/5/2025), saham GOTO bergerak di zona hijau pada sesi I perdagangan. GOTO menguat 1,23% ke harga Rp 82 pukul 11.30 WIB. Saham tersebut bergerak di rentang harga Rp 81 hingga Rp 83 dengan volume saham yang diperdagangkan sebanyak 989,74 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun nilai transaksi saham GOTO mencapai Rp 81,27 miliar pada perdagangan pagi ini. Sementara frekuensi saham yang diperdagangkan sebanyak 5.538 kali. Jika ditarik dalam sepekan terakhir, saham GOTO bergerak di zona hijau kendati tercatat stagnan.

Senior Technical Analyst di Sucor Sekuritas Reyhan Pratama mengatakan, isu merger dapat menjadi katalis positif jangka pendek untuk pergerakan saham GOTO. Apalagi, isu merger menguat dan membuka peluang profitabilitas menyusul berita pembelian saham GOTO yang dilakukan Grab sebesar US$ 7 miliar.

ADVERTISEMENT

"Menurut saya ini memang bisa menjadi katalis positif jangka pendek untuk pergerakan harga saham GOTO dan membuka peluang profitabilitas apalagi kalau melihat kabar valuasi mencapai US$ 7 miliar angka yang cukup besar," kata Reyhan kepada detikcom, Jumat (9/5/2025).

Saat ini, kata Reyhan, saham GOTO sendiri bergerak cenderung datar atau sideways. GOTO berpotensi menguat kendati tidak terlalu signifikan ke harga Rp 89 hingga Rp 103 per saham. Namun, ia menyebut penguatan tersebut dapat terjadi jika isu merger terealisasi.

"Terutama jika isu merger dengan Grab ini berhasil terealisasi. Namun, investor tetap perlu mencermati risiko regulasi dan potensi kekhawatiran pasar terkait dominasi asing di sektor lokal," ungkap Reyhan.

Di sisi lain, kabar merger Grab dan GOTO dikhawatirkan akan mengorbankan konsumen di Indonesia. Pasalnya, konsumen tidak memiliki pilihan lain jika merger tersebut terealisasi lantaran kedua perusahaan memiliki layanan yang serupa.

Direktur Segara Institute Piter Abdullah menilai, konsolidasi di industri digital perlu memperhatikan keseimbangan antara pemain lokal dan asing. Menurutnya, dari empat pemain besar di sektor ini, hanya satu yang berasal dari dalam negeri.

Ia juga mengingatkan, penggabungan antara dua perusahaan dalam sektor yang sama bisa memunculkan dominasi pasar, sehingga pengawasan dari otoritas perlu diperkuat. "Merger seperti ini bukan hal baru. Tapi karena dua perusahaan ini berada dalam industri dan segmen yang serupa, penting bagi pemerintah untuk mengkaji secara menyeluruh agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi pelaku usaha lain maupun konsumen," kata Piter saat dihubungi, Jumat (9/5/2025).

GOTO Akui Banyak Tawaran

Sekretaris Perusahaan GoTo Gojek Tokopedia, RA Koesoemohadiani mengatakan, pihaknya menerima berbagai penawaran dari sejumlah pihak. Meskipun dia tak menjelaskan pihak mana yang dimaksud.

"Adalah kewajiban Direksi untuk menjajaki secara menyeluruh dan mengevaluasi dengan cermat serta penuh kehati-hatian berbagai penawaran tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan nilai jangka panjang bagi seluruh pemegang saham Perseroan," ungkapnya dalam keterbukaan informasi BEI, Kamis (8/5/2025).

Koesoemohadiani mengatakan, pihaknya tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi mitra pengemudi, mitra UMKM, pelanggan, karyawan dan seluruh pemangku kepentingan kunci. Ia juga menegaskan belum ada keputusan apa pun yang diambil oleh GOTO.

Mengutip laporan Reuters, Grab sedang berupaya mengakuisisi GOTO sebagai perusahaan pesaingnya. Sumber yang mengetahui kabar itu menyebut proses transaksi akan rampung pada kuartal II-2025.

Grab yang berkantor pusat di Singapura telah menyewa penasehat untuk mengeksekusi kesepakatan tersebut. Grab dikabarkan akan membeli bisnis GOTO senilai US$ 7 miliar atau setara Rp 114,8 triliun (kurs Rp 16.400).

Sementara itu,

Isu merger antara dua raksasa teknologi digital Indonesia, Grab dan GoTo, memunculkan beragam pandangan dari para ekonom. Ekonom senior Piter Abdullah meminta pemerintah untuk bersikap cermat dalam menanggapi wacana ini, mengingat potensi dampaknya terhadap konsumen, UMKM, dan sektor digital nasional.

Piter menekankan pentingnya pengawasan dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), terutama terkait dengan penguasaan data dan informasi teknologi. Menurutnya, jika data pengguna dikuasai oleh pihak asing, hal ini dapat memengaruhi perlindungan data pribadi yang harus dijaga dengan ketat oleh pemerintah.

"Pemerintah dari Komdigi harus melihat dari sisi penguasaan data dan informasi. Jika dikuasai oleh pihak asing, ini menjadi perhatian serius. Selain itu, penting untuk menjaga perlindungan konsumen dan UMKM yang ada di sektor digital," ungkap Piter.

Lebih lanjut, Piter juga mengangkat isu nasionalisme dalam konteks merger ini. Ia mengingatkan bahwa GoTo, yang merupakan perusahaan teknologi karya anak bangsa, perlu mendapat perhatian khusus, agar tidak dikuasai oleh pemain asing seperti Grab. Menurutnya, penguasaan teknologi yang melibatkan data masyarakat harus menjadi pertimbangan strategis yang lebih besar.

"Siapa yang akan mengakuisisi? Kalau Grab yang mengakuisisi, tentu ada isu nasionalisme yang perlu dipertimbangkan. GoTo adalah karya anak bangsa, jadi ini harus diperhatikan. Jangan sampai penguasaan teknologi yang melibatkan data pengguna ini jatuh ke tangan asing," ujar Piter.

Meskipun demikian, Piter juga menilai bahwa tidak ada urgensi yang jelas dari kedua perusahaan untuk melakukan merger. Ia melihat bahwa keduanya sudah memiliki ekosistem bisnis digital yang cukup mirip, sehingga merger lebih dipandang sebagai upaya untuk memperbesar pangsa pasar, ketimbang kebutuhan strategis yang mendalam.

"Ekosistem mereka ini hampir sama. Jadi, kepentingannya lebih ke market share, bukan karena ada kebutuhan mendalam untuk merger," tambah Piter.

Piter menegaskan bahwa pemerintah perlu terus memantau dan melakukan kajian yang komprehensif terkait potensi merger ini, untuk memastikan bahwa langkah tersebut tidak merugikan konsumen atau mengganggu iklim persaingan sehat di industri digital Indonesia.

Kinerja GOTO Kuartal I 2025

Dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), GOTO mencatat perbaikan pada kinerja keuangan di kuartal I 2025. Perseroan di tiga bulan pertama berhasil membukukan laba sebesar US$ 10 juta atau sekitar Rp 165 miliar (asumsi kurs Rp 16.551).

GOTO juga mencatatkan perbaikan Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) yang disesuaikan sebesar US$ 470 juta menjadi US$ 480 juta. Sedangkan EBITDA Grup yang disesuaikan, membaik di kuartal I 2024 menjadi Rp 393 miliar.

Rugi GOTO juga membaik di kuartal I 2025, yakni menurun 36% menjadi Rp 275 miliar. Sementara untuk pendapatan bersih GOTO turut naik 37% menjadi Rp 4,2 triliun. Kemudian, GOTO juga mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 18% menjadi US$ 773 juta.

Simak juga Video: CEO GoTo Umumkan Driver Gojek Bakal Dapat Bantuan Hari Raya

Saksikan pula video "detikSore On Location, Live Music hingga Tanda Tangan MoU Bebas Stunting" di sini:

(rrd/rrd)

Hide Ads