Saham-saham perbankan menjadi sorotan karena mengalami penurunan. Salah satu yang adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai bank dan emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia.
Saham bank milik Grup Djarum itu terkoreksi 22,2% di sepanjang tahun 2025. Terkoreksinya harga saham BBCA akhir-akhir ini juga berbarengan dengan kondisi pasar yang tertekan. Sejumlah analis menilai bahwa koreksi yang terjadi menunjukkan bahwa valuasi saham BBCA sedang terdiskon di tengah fundamental yang solid.
Head of Research MNC Sekuritas Victoria Venny menilai bahwa penurunan saham BBCA merupakan sentimen temporer. Bahkan dengan koreksi yang terjadi justru menunjukkan bahwa saham BBCA saat ini cenderung undervalued.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dilihat secara valuasi historis, maka BBCA sudah relatively terdiskon. Sementara dari sisi kinerja di sepanjang semester I 2025 tetap solid. Ini sentimen temporer dan faktor rotasi sektor saja. Dalam waktu dekat ketika pasar sudah membaik, valuasi saham BBCA juga akan rebound" ungkapnya.
Sebagai informasi, di semester I 2025, BBCA telah menyalurkan kredit sebesar Rp959 triliun atau tumbuh 12,9% secara year on year (yoy). Kinerja penyaluran kredit BBCA bahkan juga mengungguli industri. Data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit perbankan hingga Juni 2025 tumbuh 7,3% yoy.
BBCA juga menunjukkan pertumbuhan dari sisi laba bersih. Capaian laba bersih BBCA dari periode Januari-Juni 2025 mencapai Rp29 triliun atau tumbuh 8,0% yoy. Hal ini ditopang oleh pendapatan bunga bersih yang tumbuh 7,0% yoy mencapai Rp42,5 triliun dan pendapatan non-bunga yang naik 10,6% yoy mencapai Rp13,7 triliun.
"Di saat beberapa bank menghadapi tantangan likuiditas, BBCA berhasil menjaga rata-rata Loan to Deposit Ratio (LDR) harian pada kisaran 78,9%. Likuiditas ini memberikan fleksibilitas untuk tetap ekspansif, namun dengan tetap menjunjung prinsip kehati-hatian agar kualitas aset terjaga," jelas Venny.
Dia menilai, BBCA memiliki keunggulan dari sisi efisiensi. Cost to Income Ratio (CIR) bank turun menjadi 29,1% pada semester I-2025 dari 30,5% setahun sebelumnya. Efisiensi ini membuat laba operasional sebelum pencadangan (PPOP) meningkat 9,1% yoy menjadi Rp37,6 triliun.
"Beban operasional tumbuh hanya 5,3%, jauh lebih rendah dari pertumbuhan pendapatan. Ini menunjukkan manajemen mampu mengendalikan biaya di tengah ekspansi bisnis," tambahnya.
Venny menambahkan kekuatan BBCA juga bersumber dari basis pendanaan. "Pertumbuhan dana pihak ketiga stabil di kisaran 6% yoy, ditopang giro yang naik 9% dan tabungan 6%. CASA bank kini mencapai 82,5% dari total dana pihak ketiga, level yang sangat tinggi dibandingkan rata-rata industri. Struktur pendanaan ini menjaga NIM BBCA tetap solid dan berkelanjutan," jelasnya.
Menurut Venny, peningkatan LDR ke kisaran 78% pada akhir semester I-2025 tidak menimbulkan kekhawatiran, justru menunjukkan bank memiliki ruang lebih besar untuk ekspansi kredit tanpa mengorbankan stabilitas likuiditas. "CASA yang kuat memberikan buffer bagi NIM, sementara bauran kredit yang semakin sehat akan mendukung pertumbuhan laba," ujarnya.
Senada dengan itu, Erni Marsella Siahaan, CFA analis Ciptadana Sekuritas juga menggarisbawahi bahwa kinerja BBCA kuat dengan marjin yang solid ditopang oleh dana murah, rasio Loan to Deposit (LDR) yang ekspansif, dan bauran kredit yang membaik.
"Dari sisi pendanaan, pertumbuhan dana pihak ketiga tetap stabil di level 6% YoY, didorong oleh giro (+9% YoY) dan tabungan (+6% YoY), sementara deposito berjangka menurun (-1% YoY, -3% QoQ). Kondisi ini mendorong peningkatan rasio CASA menjadi 82,5% (dari 82,1%). LDR bank meningkat menjadi 78%, yang turut memberikan dukungan pada NIM, seiring dengan perbaikan imbal hasil aset yang didorong oleh kontribusi kredit yang lebih besar dibandingkan surat berharga," tulisnya dalam laporan risetnya.
Di tengah kondisi harga saham BBCA yang masih relatif terkoreksi dibanding awal tahun, konsensus analis Bloomberg merekomendasikan Buy saham BBCA. Sebanyak 34 analis dari sekuritas asing maupun lokal merekomendasikan buy dan hanya 3 analis yang merekomendasikan hold. Rata-rata target harga saham BBCA yang disematkan oleh konsensus analis mencapai Rp10.824 per saham.
Konsensus analis juga memperkirakan untuk tahun 2025 ini BBCA berpeluang mengantongi laba bersih Rp58 triliun. Dengan demikian kinerja perolehan laba bersih semester I sudah mencapai 50% dari estimasi analis atau dikatakan in-line.
Simak juga Video 'Strategi Perencanaan Keuangan di Kondisi Labil':
(shc/kil)