Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) melunasi Obligasi Berkelanjutan III Tapah III Seri A sebesar Rp 1,28 triliun. Pelunasan ini diklaim menempatkan ADHI sebagai salah satu BUMN Karya yang tepat waktu dalam menyelesaikan piutang.
Corporate Secretary ADHI, Rozi Sparta, mengatakan pelunasan obligasi ini menurunkan beban utang perusahaan. Di sisi lain, capaian ini memperkuat posisi tawar ADHI di mata investor maupun pemegang saham.
"Langkah ini mempertegas komitmen ADHI dalam pengelolaan risiko keuangan dan akuntabilitas perusahaan. Kami optimistis, dengan kondisi finansial yang makin solid ini, ADHI akan mampu menjalankan peran strategisnya secara optimal dalam holding BUMN Karya," kata Rozi dalam keterangannya, dikutip Selasa (16/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Rozi menyebut pengelolaan risiko keuangan dan tata kelola korporasi yang baik menjadi modal penting dalam proses merger atau konsolidasi BUMN Karya. Selain itu, status ADHI sebagai perusahaan terbuka menjadi modal utama dalam menghadapi proses merger.
Menurutnya, transparansi dan kepatuhan terhadap tata kelola korporasi bukan beban, melainkan keunggulan strategis. "ADHI selalu menempatkan prinsip good corporate governance sebagai fondasi bisnis kami. Pelunasan obligasi tepat waktu menjadi bukti komitmen kami menjaga kepercayaan investor sekaligus memperkuat profil likuiditas secara disiplin," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Ki Darmaningtyas, menilai kesehatan finansial BUMN Karya menjadi aspek krusial untuk memastikan keberlanjutan proyek infrastruktur nasional.
"Jika keuangan perusahaan tidak sehat, risiko proyek terhenti di tengah jalan semakin tinggi. Investor pun akan ragu mengucurkan dana untuk proyek-proyek besar," jelas Darmaningtyas.
Ia menambahkan, penurunan harga saham sejumlah BUMN Karya mencerminkan munculnya keraguan di pasar. Dalam memitigasi hal ini, diperlukan langkah nyata tata kelola perusahaan yang baik dan transparan, serta memastikan adanya dukungan kuat pemerintah.
"Penurunan harga saham merupakan tanda hilangnya kepercayaan investor. BUMN Karya harus menunjukkan komitmen tata kelola yang jelas, laporan keuangan yang bersih, serta diiringi political will pemerintah yang kuat agar investor kembali yakin," terangnya.
Sementara itu, pengamat transportasi dan perkotaan, Yayat Supriatna, menegaskan pengelolaan finansial yang sehat bukan hanya persoalan internal perusahaan, tetapi juga berdampak luas terhadap kualitas layanan publik.
"Proyek infrastruktur besar, khususnya transportasi publik, sangat bergantung pada tata kelola keuangan yang solid. Kesehatan arus kas perusahaan akan menentukan apakah layanan publik ini bisa beroperasi secara berkelanjutan atau tidak," ujar Yayat.
Tonton juga video "Ini Dia Titik Awal Berinvestasi di Obligasi Pemerintah" di sini:
(rrd/rrd)