Rupiah Loyo Ditekuk Dolar AS, Apa Sebabnya?

Rupiah Loyo Ditekuk Dolar AS, Apa Sebabnya?

Retno Ayuningrum - detikFinance
Kamis, 25 Sep 2025 13:12 WIB
Pekerja menunjukkan mata uang dolar Amerika Serikat di penukaran uang Dollar Asia dan Dollar Indo, Jakarta. Hari ini, Selasa (8/4/2025), dolar AS cenderung menguat terhadap rupiah. Mata uang Negeri Paman Sam berada di level Rp 16.800-an.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ambruk hari ini. Pada perdagangan hari ini, dolar AS dibuka di Rp 16.735.

Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas Ibrahim, Assuaibi mengatakan rupiah diperkirakan dapat melemah hingga ke level Rp 17.000 per dolar AS.

"Kalau seandainya tembus di level Rp 16.800, ada harapan bahwa dalam bulan Oktober, rupiah tembus di Rp 17.000, itu sangat mungkin sekali terjadi," kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ibrahim menerangkan penguatan dolar AS dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Di eksternal, penguat dolar AS di antaranya dipicu oleh meningkatnya ketegangan di Eropa. Apalagi, usai pidato Presiden AS Donald Trump di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengingatkan agar Eropa tidak terus membeli minyak Rusia.

Meskipun belum ada langkah segera yang diumumkan oleh Trump, Ibrahim menilai retorika tersebut meningkatkan resiko geopolitik di pasar. Menurutnya, sanksi tersebut dapat mengganggu ekspor Rusia atau memicu tindakan balasan pasokan oleh Rusia.

ADVERTISEMENT

"Dengan ketegangan tersebut, kita lihat bahwa Ukraina terus dengan bantuan NATO dan Amerika persenjataannya telah meningkatkan serangan pesawat nirawak terhadap infrastruktur energi Rusia dalam beberapa minggu terakhir yang menargetkan kilang minyak dan terminal ekspor untuk mengurangi pendapatan ekspor Moskow," jelas Ibrahim.

Dari sisi internal, Ibrahim menilai dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang dinilai tidak pro pasar, seperti penolakan program tax amnesty. Menurutnya, tax amnesty sangat dinantikan oleh pasar. Di sisi lain, tax amnesty di situasi seperti sekarang sangat dibutuhkan.

"Dulu pada saat pemerintahan Jokowi di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani ada tiga kali melakukan tax amnesty dan itu disambut positif oleh pasar. Nah tetapi di zamannya Prabowo tax amnesty itu yang tadinya akan digulirkan tetapi dihentikan oleh Purbaya karena dianggap bahwa ada kong kali kong pengusaha dalam masalah tax amnesty. Nah ini rupanya pasar merespon negatif terhadap pernyataan-pernyataan Purbaya tentang penolakan dari tax amnesty," terangnya.

Menurutnya, penerapan tax amnesty di era Presiden ke-7 Joko Widodo mendapatkan respons pasar yang baik sehingga aliran modal masuk ke pasar Indonesia yang berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah. "Di sisi lain pun juga Bank Indonesia saat ini terus melakukan intervensi intervensi di pasar NDF dan pasar DNDF. Spekulasi yang begitu besar di pasar internasional NDF yang membuat Bank Indonesia kuwalahan dalam melakukan intervensi ya sehingga sangat berbeda sekali pada saat Menteri sebelumnya," jelasnya.

Sementara itu, Pengamat Komoditas dan Mata Uang DCFX Futures, Lukman Leong menilai rupiah sejak awal tahun cukup kuat karena didorong oleh intervensi dan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia. Namun, pemangkasan suku bunga oleh BI beberapa kali cukup mengagetkan investor.

Ditambah, pergantian Menteri Keuangan yang berujung pada kebijakan fiskal yang lebih longgar dan stimulus juga ikut menekan rupiah.

"Selain itu revisi UU P2SK juga membuat investor khawatir indpendensi BI dan mandat bank sentral yang tidak lagi hanya fokus pada inflasi dan nilai tukar. Usaha pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dipandang bisa mengorbankan rupiah. Dampaknya bisa pada inflasi dan defisit aggaran yang meningkat," ujarnya kepada detikcom.

BI melakukan langkah intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Namun, hal ini dapat menggerus cadangan devisa. Menurutnya, pemerintah perlu megkaji kembali kebjakan ekonomi-ekonomi, seperti menurunkan anggaran untuk program makan bergizi gratis yang dinilai terlalu besar.

"Bayangkan saja berapa banyak pembangunan yang bisa dilakukan dengan Rp 500 triliun setahun. Atau juga anggaran itu bisa dihemat untuk beberapa tahun kedepan, anggap saja 4 tahun = Rp 2.000 triliun, bisa dijadikan dana abadi untuk banyak hal," terangnya.

Ia pun memperkirakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS bisa menembus Rp 17.000. Hal ini tergantung seberapa agresif BI intervensi. "Bisa, namun tergantung seberapa agresif BI mengintervensi," jelasnya.

Tonton juga video "BI-Rate Turun ke 4,75%: Menyeimbangkan Stabilitas Rupiah dan Pertumbuhan Ekonomi" di sini:

(acd/acd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads