Inovasi Enzymatic Microorganism Oil Catcher (EMO) misalnya, dapat mengurai limbah minyak dan lemak melalui teknologi berbasis bakteri bacillus amyloliquefaciens.
Melalui inovasi ini, air limbah menjadi lebih jernih dengan tingkat kekeruhan turun dari 3,75 NTU ke 1,7 NTU, dan kadar E. coli menyusut drastis. Adopsi teknologi ini juga menghemat biaya perawatan pengolahan limbah hingga Rp 16 juta per enam bulan.
Kemudian pengelolaan sampah organik yang berhasil disulap menjadi pupuk ECOMIX. Masyarakat mengolah sampah organik sekitar 1,2 ton per tahun untuk diubah menjadi pupuk hidroponik dan pertanian pekarangan. Langkah ini dapat menekan biaya pupuk hingga Rp 1,38 juta per tahun.
Masyarakat juga dibina untuk memanfaatkan air hujan melalui sistem Rainwater Harvesting, yang menghemat biaya air hingga Rp 340 juta per tahun. Program ini juga berkontribusi menekan emisi gas rumah kaca yang berhasil berkurang 115,97 ton CO₂eq per tahun, penyerapan karbon hingga 16,35 ton CO₂eq, dan omzet produk pertanian warga melonjak hingga Rp 108,8 juta per tahun.
Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menegaskan program tidak sekadar untuk lingkungan, tapi juga kesejahteraan masyarakat.
Program Kampung Pangan Berseri ini sejalan dengan komitmen pemerintah wujudkan masyarakat sejahtera dan berkelanjutan. Selain itu, program ini juga mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di bidang ketahanan pangan, air bersih, pertumbuhan ekonomi, konsumsi berkelanjutan, dan aksi iklim.
"Lewat inovasi Waste to Value di Kampung Pangan Berseri, kami ingin membuktikan bahwa kepedulian terhadap lingkungan bisa berjalan seiring dengan peningkatan taraf hidup masyarakat," ujar Roberth dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/10/2025). (kil/kil)