"Skema kilang Bontang lagi dibahas, kalau bisa ditugaskan ke Pertamina. Ini kalau bisa, belum resmi," kata Jonan usai rapat di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/11/2016).
Proyek Grass Root Refinery (GRR) Bontang berkapasitas produksi 300.000 barel per hari (bph) ditargetkan bisa selesai tahun 2023. Jonan yakin GRR Bontang bisa diselesaikan lebih cepat lagi kalau dijadikan penugasan untuk Pertamina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mestinya bisa cepat, nanti pemilihan partner Pertamina dikasih batas waktu lah 3 bulan atau 6 bulan," ucap Jonan.
Pihaknya yakin Pertamina tidak akan terbebani jika GRR Bontang menjadi penugasan. Menurut Jonan, keuangan Pertamina masih cukup kuat, termasuk untuk menanggung sebagian besar biaya pembangunan GRR Bontang.
"Mampu kok, mampu," tegasnya.
Sebagai pembanding, bila menggunakan skema KPBU, pertama-tama perlu dibuat regulasi dalam bentuk Keputusan Menteri (Kepmen) untuk menunjuk Pertamina menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) GRR Bontang.
Lalu pemerintah melakukan tender untuk memilih konsultan pendamping, yang kemudian juga ditetapkan melalui Kepmen. Konsultan pendamping inilah yang melakukan tender untuk memilih partner Pertamina di proyek GRR Tuban.
Proses pemilihan partner lebih panjang dibanding skema penugasan. Saat ini konsultan pendamping belum ditunjuk pemerintah, tendernya pun belum. Maka Pertamina belum bisa bergerak.
Setelah partner terpilih, langkah selanjutnya adalah membentuk Joint Venture (JV). Lalu mulai dibuat design kilang dan proyek bisa dikerjakan dalam waktu kira-kira 4 tahun. Kalau Pertamina diberi penugasan membangun GRR Bontang sebelum pertengahan 2017, proyek bisa selesai 2022 atau sekitar setahun lebih cepat dari target. (ang/ang)











































