Terkait hal ini, Direktur Megaproyek dan Pengolahan Pertamina, Rachmad Hardadi, menyatakan bahwa pihaknya harus menghitung dengan cermat kemampuan keuangan perusahaan apabila proyek New Grass Root Refinery (NGRR) Bontang menjadi penugasan untuk Pertamina.
"Tentang NGRR Bontang masih dalam wacana. Pemerintah melihat bahwa pembangunan kilang perlu dipercepat. Salah satunya dengan skema penugasan. Tapi sampai hari ini kami masih menunggu kepastian. Kalau ini jadi penugasan tentu kami harus cermat lagi menghitungnya," kata Hardadi saat ditemui di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (10/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Taruh lah misalnya US$ 12 miliar, equity sepertiga atau seperempat yang duit sendiri. Pertamina mau punya saham berapa persen, tentu disesuaikan dengan kemampuan keuangan Pertamina. Kalau (dana korporasi) kurang bisa pakai dana orang lain tentu dengan kesepakatan yang tidak merugikan Pertamina," imbuh Hardadi.
Proyek Grass Root Refinery (GRR) Bontang berkapasitas produksi 300.000 barel per hari (bph) ditargetkan bisa selesai tahun 2023. Jonan yakin GRR Bontang bisa diselesaikan lebih cepat lagi kalau dijadikan penugasan untuk Pertamina.
Dengan skema penugasan, Pertamina bisa bergerak cepat memilih partner untuk pembangunan kilang, seperti saat memilih Rosneft untuk proyek GRR Tuban. Berkaca dari GRR Tuban, Pertamina dapat memilih partner dalam waktu hanya 3 bulan. Lalu Joint Venture (JV) untuk proyek GRR Tuban terbentuk 6 bulan kemudian.
Sebagai pembanding, bila menggunakan skema KPBU, pertama-tama perlu dibuat regulasi dalam bentuk Keputusan Menteri (Kepmen) untuk menunjuk Pertamina menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) GRR Bontang.
Lalu pemerintah melakukan tender untuk memilih konsultan pendamping, yang kemudian juga ditetapkan melalui Kepmen. Konsultan pendamping inilah yang melakukan tender untuk memilih partner Pertamina di proyek GRR Tuban.
Proses pemilihan partner lebih panjang dibanding skema penugasan. Saat ini konsultan pendamping belum ditunjuk pemerintah, tendernya pun belum. Maka Pertamina belum bisa bergerak.
"Kalau jadi penugasan, kami perlu 3-4 bulan untuk memilih partner. Kalau menggunakan KPBU, kewenangan memilih partner itu di konsultan pendamping," tutur Hardadi.
Setelah partner terpilih, langkah selanjutnya adalah membentuk Joint Venture (JV). Lalu mulai dibuat design kilang dan proyek bisa dikerjakan dalam waktu kira-kira 4 tahun. Kalau Pertamina diberi penugasan membangun GRR Bontang sebelum pertengahan 2017, proyek bisa selesai 2022 atau sekitar setahun lebih cepat dari target. (dna/dna)











































