Tercatat hingga bulan April 2017, ada 37 pembangkit listrik dari program 35.000 MW yang telah beroperasi dengan total kapasitas sebesar 743 MW, mayoritas berbahan bakar energi bersih.
Sedangkan yang dalam tahap konstruksi sebesar 13.816 MW. Selain itu, sebesar 8.210 MW pembangkit listrik telah tanda tangan kontrak. Sementara, 5.845 MW dalam proses pengadaan dan 7.212 MW lainnya dalam tahap perencanaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari 743 MW pembangkit listrik yang telah beroperasi tersebut, di antaranya berlokasi di pulau terluar dan daerah perbatasan, seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur hingga Papua menggunakan pembangkit listrik dengan bahan bakar solar (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel/PLTD). PLTD dipilih karena dapat dibangun dengan cepat guna mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Sementara pembangkit listrik lainnya telah menggunakan energi bersih dan ramah lingkungan. Pembangkit listrik di Gorontalo contohnya, Gorontalo Peaker, dengan kapasitas 100 MW menggunakan bahan bakar gas bumi. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Gorontalo dengan kapasitas 2 MW juga telah beroperasi di sana.
Selain itu, di wilayah Sumatera, sebanyak 16 pembangkit baru yang tersebar mulai dari Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Riau hingga Sumatera Utara, seluruh energi utama pembangkitnya bersumber dari gas bumi.
Mobile Power Plant (MPP) Paya Pasir di Sumatera Utara, dengan kapasitas 75 MW, pembangkit yang beroperasi penuh pada bulan Februari 2017 lalu menggunakan bahan bakar gas bumi.
Sementara itu, di Kabupaten Banyumas, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) Logawa Baseh juga telah beroperasi secara komersial pada bulan Februari 2017 lalu.
Selanjutnya, di Pulau Kalimantan, terdapat 4 proyek Mobile Power Plant (MPP), yaitu MPP Pontianak 1 hingga 4 yang menyumbang 100 MW dan seluruhnya menggunakan gas bumi. MPP Pontianak 1 hingga 3 beroperasi penuh pada bulan Januari 2017. Sementara MPP Pontianak 4 telah lebih dulu beroperasi pada akhir tahun 2016.
Selain itu, MPP Lombok 1 dan 2 di Nusa Tenggara Barat juga menggunakan bahan bakar gas untuk energi pembangkitnya.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah berkomitmen untuk merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35.000 MW.
Sebesar 20.000 MW di antaranya ditargetkan selesai pada tahun 2019. Program ini dikawal dengan ketat oleh Kementerian ESDM, mengingat pemerataan kelistrikan merupakan salah satu syarat meningkatnya minat investasi.
Jika tidak ada listrik maka investor akan memilih berinvestasi ke negara lain yang memiliki keandalan pasokan listrik. (mca/ang)