Hal ini disampaikan oleh Direktur Energi Primer, Nur Pamudji dalam siaran pers yang diterima detikFinance, Jakarta (13/1/2011).
''Walau volume pasokan sudah disepakati, namun masih sulit menemukan kesepakatan harga untuk 2011, baik itu untuk keperluan pembangkit listrik swasta maupun milik PLN sendiri. Termasuk juga untuk PLTU 10.000 MW,'' ujar Nur Pamudji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
''Harga Batubara Acuan (HBA) yang tiap bulan diterbitkan Pemerintah (DitJen Minerba)
menunjukkan, bahwa harga batubara per tonnya sejak Oktober 2010 adalah US$ 92,68, November 2010 US$ 95,51, Desember US$ 103,41, Januari US$
112,41,'' rincinya.
Nur Pamudji mengatakan, ketidakadaannya kesepakatan ini dimulai ketika PLN berniat menerapkan PerMen ESDM No. 17/2010 yang antara lain mengatur
bahwa HBA rata-rata kuartal-4 2010 merupakan harga untuk 2011.
''PLN
berpendapat, harga ini sudah dapat memberikan keuntungan yang wajar bagi para penambang batubara mengingat HVB sendiri merupakan rata-rata dari 4 indeks yang mencerminkan harga pasar,'' jelasnya.
Namun penambang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) masih banyak yang menuntut harga tinggi. Mereka berpendapatm bahwa HBA rata-rata kuartal-4 2010 tersebut tidak mencerminkan ekspektasi harga ekspor di
2011.
''Mereka merujuk pada gerakan indeks Barlow-Jonker (NEX) yang terus merayap naik per tonnya dari Oktober 2010 US$ 95,05, November US$ 104,2, Desember US$ 110,20, Januari US$ 130,85,'' tambahnya.
''Sejauh ini hanya satu pemasok yang sepakat dengan PLN, sementara penambang PKP2B yang lain menuntut harga lebih tinggi,'' tambahnya.
Seperti diketahui, dengan adanya bencana alam banjir di Australia membuat kegiatan tambang di negara Kangguru tersebut terpaksa berhenti.
Akibatnya hal ini membuat harga batubara melonjak, mengingat Australia merupakan salah satu produsen utama batubara yang memasok wilayah asia-pasifik. Di samping meningkatnya pula harga minyak dunia belakangan ini.
(nrs/ang)











































