"Itu kita ngeri tetapi tidak bisa apa-apa. Saya harapkan itu sementara saja kalau bertengger di atas US$ 100 per barel, pasti pengaruhnya ke BBM, otomotif, elektronik, dan industri-industri lain. Dan itu sangat tidak kondusif," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (7/2/2011)
Hidayat menambahkan, selain harga minyak yang tembus diatas US$ 100 per barel, ia juga memikirkan BI rate yang naik. Meskipun ia mengerti alasan kenaikan BI rate untuk mengendalikan inflasi, menurutnya setiap inflasi yang tinggi di atas 6% akan menggerus pendapatan tetap terutama kalangan menengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikatakannya di kawasan ASEAN, tercatat suku bunga paling tinggi terjadi Indonesia yaitu menembus dua digit. Pasalnya, cost of money-nya sangat tinggi, yang berimbas pada spread yang terlalu tinggi yaitu sekitar 6% padahal di negara lain hanya 3%.
"Negara lain hanya 1 digit interest rate-nya. Kalau dia naik 1% masih dibawah 10%. Kita sudah begini dinaikkan lagi, nanti pada waktunya akan teriak lagi pengusaha," ucapnya.
Menurut Hidayat, dampak kenaikan tarif dasar listrik oleh PLN juga mulai terasa di berbagai industri. Sehingga ia meminta menteri ESDM untuk menyudahi masalah kisruh capping tarif listrik.
Hidayat menambahkan, industri manufaktur berdasarkan laporan resmi BPS di kuartal IV 2010 sudah tumbuh 5% lebih dibandingkan periode yang sama 2009. Capaian ini sudah naik 4 kali lipat dibandingkan periode sebelumnya.
"Tetapi jangan kemudian kalau kita mau terus tumbuh jangan digandoli atau diberati dengan beban-beban yang sebenarnya bisa diturunkan, misalnya TDL. Misalnya pungutan-pungutan, kalau itu tidak kompetitif," katanya.
(hen/ang)











































