Deputi Bidang Industri Strategis Kementerian BUMN Irnanda Laksanawan mengatakan, akan ada pertemuan antara TPPI dengan para krediturnya antara Pertamina, Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), dan BP Migas. Pertemuan dilakukan Jumat (9/9/2011).
"Diskusi finansial mudah-mudahan Jumat ada titik terang. Yaitu pertemuan business to business, di mana akan mendrong market mekanisme yang menjurus keuntungan negara dan Pertamina jangan sampai dirugikan," kata Irnanda saat ditemui di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (7/9/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun data utang TPPI kepada BUMN dan lembaga negara berdasarkan data BUMN berjumlah US$ 1 miliar atau Rp 9,92 triliun dengan rincian:
- Pertamina Rp 5,06 triliun
- PPA Rp 3,2 triliun
- BP Migas sekitar Rp 1,66 triliun.
Pada kesempatan itu, Irnanda ingin agar TPPI segera bayar utangnya ke PPA juga. Namun Irnanda tak ingin TPPI diailitkan karena banyak pihak yang akan rugi, dan pasti utang-utangnya terbengkalai.
"Jika TPPI dipailitkan semua rugi. Lebih baik kita win-win tapi caranya benar diserahkan ke mekanisme pasar," tukas Irnanda.
Seperti diketahui TPP kembali mengundur waktu pembayaran utangnya ke Pertamina yang nilainya ratusan juta dolar. Ini berarti sudah ketiga kalinya TPPI menunda dan pemerintah tak bertindak keras.
Diundurnya restrukturisasi tersebut karena belum ada kesepakatan TPPI dengan Pertamina terkait harga jual elpiji TPPI ke Pertamina. TPPI bersikeras menjual elpiji dengan harga tinggi ke Pertamina. Sementara Pertamina menawarkan harga US$ 150/ton.
Seperti diketahui, sebagai bagian dari skenario restrukturisasi, selama 10 tahun Pertamina wajib membeli produk mogas TPPI sebesar 900 juta barel atau minimal 50.000 barel per hari, dengan harga MOPS + 1,22%. Selama 10 tahun, Pertamina juga wajib membeli 7,1 juta ton elpiji TPPI dengan harga CP Aramco + USD 140 per ton. Padahal harga pasar elpiji Pertamina saat ini berkisar CP Aramco-US$ 40. Dari penjualan produk TPPI ke Pertamina itu, 2% hasilnya per tahun akan digunakan mencicil utang ke Pertamina.
Di sinilah letak belum sepakatnya Pertamina dengan TPPI dalam restrukturisasi utang. Jika skenario itu diikuti begitu saja, maka dari pembelian elpiji Pertamina akan rugi Rp 11,82 triliun. Skenario ini tidak sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance. Selain itu, TPPI juga tidak mau memberikan jaminan utang utang dalam bentuk 'Standby L/C'.
Sangat membingungkan memang jika TPPI tidak bisa membayar utang-utangnya. Padahal dua pemiliknya yakni Hasjim Djojohadikusumo dan Wonggo Hendratmo termasuk 150 orang terkaya di dunia.
(dnl/hen)











































