Hal ini disampaikan oleh Presiden Direktur TPPI Amir Sambodo kepada detikFinance, Senin (3/10/2011).
"Kerugian ini karena tangki penampungan elpiji sudah penuh. Sementara produksi harus jalan terus supaya produksi paraxylene dan gas oil (untuk PLN) dapat terus berjalan," jelas Amir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akibatnya harus di-flare (dibakar) ke udara dan nilainya US$ 150 ribu per hari. Ini sudah terjadi sejak 10 September 2011," kata Amir.
Amir mengatakan, TPPI meminta izin ke pemerintah untuk bisa melakukan ekspor elpiji. "Karena kebutuhan elpiji dalam negeri menurut Pertamina sudah dapat dipenuhi," tukas Amir.
Seperti diketahui, TPPI saat ini tengah dililit utang ke Pertamina, BP Migas, dan PPA.
Kesepakatan pembayaran utang TPPI ke Pertamina serta BP Migas dan PPA terus mundur. Diundurnya restrukturisasi tersebut karena belum ada kesepakatan TPPI dengan Pertamina terkait harga jual elpiji TPPI ke Pertamina. TPPI bersikeras menjual elpiji dengan harga tinggi ke Pertamina. Sementara Pertamina menawarkan harga US$ 150/ton.
Sebagai bagian dari skenario restrukturisasi, selama 10 tahun Pertamina wajib membeli produk mogas TPPI sebesar 900 juta barel atau minimal 50.000 barel per hari, dengan harga MOPS + 1,22%. Selama 10 tahun, Pertamina juga wajib membeli 7,1 juta ton elpiji TPPI dengan harga CP Aramco + USD 140 per ton. Padahal harga pasar elpiji Pertamina saat ini berkisar CP Aramco-US$ 40. Dari penjualan produk TPPI ke Pertamina itu, 2% hasilnya per tahun akan digunakan mencicil utang ke Pertamina.
(dnl/hen)











































