Ada Soekarno & Ibnu Sutowo di Balik Kesuksesan Petronas Malaysia

Pemikiran Energi Widjajono

Ada Soekarno & Ibnu Sutowo di Balik Kesuksesan Petronas Malaysia

- detikFinance
Senin, 23 Apr 2012 13:31 WIB
Jakarta - Perusahaan nasional minyak asal Malaysia yaitu Petronas saat ini jauh lebih maju dari Pertamina. Ini karena mereka sukses meniru sistem bagi hasil kontrak minyak di Indonesia. Siapa pencetus sistem ini?

Almarhum Widjajono Partowidagdo mengatakan, ide production sharing contract (sistem bagi hasil) ini pencetus awalnya adalah Presiden Soekarno atau Bung Karno.

"Bung Karno mendapatkan ide tersebut berdasarkan praktik yang berlaku di pengelolaan pertanian di Jawa. Kebanyakan petani bukan pemilik sawah. Petani mendapatkan penghasilannya dari bagi hasil. Pengelolaan ada di tangan pemiliknya," tutur Widjajono.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini diungkapkan Widjajono dalam bukunya berjudul: 'Migas dan Energi di Indonesia: Permasalahan dan Kebijakan' terbitan Development Studies Foundation yang dikutip detikFinance, Senin (23/4/2012).

Dikatakan Widjajono, selain Bung Karno, sistem bagi hasil kontrak migas juga merupakan hasil buah pemikiran mantan Direktur Utama Pertamina yaitu Ibnu Sutowo.

"Ibnu Sutowo dalam bukunya 'Peranan Minyak dalam Ketahanan Negara' (1970) menyatakan yang dibagi adalah minyak atau hasilnya, bukan uangnya," jelas Widjajono.

Dalam bukunya, Ibnu Sutowo mengatakan: "Soal minyak terserah pada kita sendiri, apakah kita mau barter, mau refining sendiri atau mau dijual sendiri. Atau kita minta tolong pada partner untuk menjualkannya untuk kita,"

Intinya, menurut Widjajono, Indonesia harus menjadi tuan di rumah kita sendiri. Itu sebabnya dalam kontrak bagi hasil, manajemen ada di tangan pemerintah.

"Sayangnya, ide Ibnu dan ide Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri dari Bung Karno justru lebih berhasil dilaksanakan oleh Petronas Malaysia. Walau demikian, kita cukup berbangga hati punya Medco dan perusahaan swasta nasional lain yang dapat menyaingi perusahaan multinasional. Pertamina pun diharapkan dengan statusnya yang baru segera bisa menjadi perusahaan migas multinasional yang unggul," papar Widjajono.

Meski begitu, Widjajono tidak memungkiri, pada zaman Ibnu Sutowo dan Soeharto, tindak kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) merajalela. "Bahkan pada akhir pemerintahan Pak Harto, Indonesia dianggap negara yang paling korup di dunia," kata Widjajono.

Indonesia memang disebut-sebut sebagai salah satu pencetus ide kontrak bagi hasil migas di dunia. Kontrak bagi hasil dimulai di Indonesia pada 1966 antara Pertamina dan IIAPCO. Kemudian kontrak sejenis dibuat pula di Peru pada 1971.

Selanjutnya banyak negara memberlakukan kontrak ini, antara lain Mesir, Malaysia, Siria, Oman, Angola, Gabon, Libia, Qatar, China, Aljazair, dan Tumisu.

Widjajono menuturkan, Petronas yang didirikan pemerintah Malaysia pada 17 Agustus 1974 cepat berkembang sebagai perusahaan migas ternama dunia. Ini karena Petronas diberi hak khusus mengelola kontrak bagi hasil migas. Di Indonesia, pengelolaan kontrak bagi hasil dipegang langsung oleh pemerintah melalui BP Migas, setelah sebelumnya Pertamina yang berkuasa.

Dalam bukunya, Widjajono mengatakan, pemerintah Malaysia memberikan hak penuh kepada Petronas untuk mengeksploitas seluruh sumber daya di negeri jiran tersebut. Bahkan investasi asing di sektor migas Malaysia masuk melalui Petronas. Kebijakan dan perencanaan strategis migas nasional di Malaysia dipegang penuh oleh Petronas.

Di 2007, berdasarkan ranking perusahaan migas oleh Petroleum Intelligent Weekly, disebutkan peringkat Petronas jauh di atas Pertamina. Petronas menduduki peringkat 17 sebagai perusahaan migas terkemuka dari segi bisnisnya, sementara Pertamina menduduki peringkat 30.

Widjajono dalam buku tersebut mengungkapkan di 2007 Malaysia yang bukan anggota OPEC malah mempunyai banyak lapangan migas di luar negeri, termasuk di negara-negara OPEC dan Malaysia bukan pengimpor minyak seperti Indonesia. Padahal luas wilayah Malaysia jauh lebih kecil dari Indonesia.

Bahkan banyak mahasiswa Malaysia dulu belajar perminyakan di ITB. Sekarang, Malaysia telah sukses meniru sistem bagi hasil kontrak migas Indonesia. Petronas pun kini telah banyak mempekerjakan ahli perminyakan Indonesia.


(dnl/hen)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads