Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Biantoro mengungkapkan bahwa antara gas pipa (gas alam) dan LPG berbeda, walaupun berasal dari bahan yang sama yakni gas.
"Keduanya sama-sama dari gas, tapi gas pipa dan LPG berbeda satu sama lain, kalau gas pipa itu berasal dari C1 (gas methane) dan C2 (gas ethane), sementara gas elpiji dari Liquefied petroleum gas (LPG)," kata Elan kepada detikFinance, Rabu (8/1/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi gas bumi melalui pipa membutuhkan infrastruktur lagi berupa pipa gas untuk menyalurkan gas dari sumber gas ke industri, transportasi termasuk ke rumah tangga yang digunakan untuk memasak, sementara LPG lebih praktis bisa dibawa kemana-mana, dan bisa didistribusikan ke pelosok daerah," ujarnya.
Namun sayangnya di Indonesia tidak terlalu banyak memproduksi LPG, namun kebutuhan LPG masyarakat yang terus meningkat sehingga kebutuhannya mengandalkan pasokan dari negara lain alias impor.
"Indonesia lebih banyak menghasilkan gas bumi C1 dan C2, yang lebih ringan, sementara LPG sangat sedikit dan merupakan gas ikutan dari produksi minyak," ucapnya.
Elan mengungkapkan karena gas bumi C1 dan C2 tersebut jumlahnya banyak, karena setiap melakukan pengeboran minyak ternyata yang keluar gas alam, namun belum maksimal dapat diserap sendiri di dalam negeri baik untuk industri, transportasi maupun rumah tangga.
"Ini karena keterbatasan infrastruktur gas yakni pipa gasnya belum banyak, sementara ketika gas sudah keluar sudah harus diproduksi, karena jika didiamkan maka sumur gasnya akan mati dan sulit lagi mengangkatnya kepermukaan," jelasnya.
Akibat infrastruktur pipa gas alam tersebut tidak tersedia banyak, sementara gas terus keluar, makanya gas dicairkan menjadi LNG (Liquefied Natural Gas) di LNG Plant.
"Gas yang keluar tersebut diolah menjadi gas alam cair di refrigerasi atau didinginkan di kilang LNG, seperti di Bontang dan Tangguh Papua. Dimasukkan ke dalam tabung yang sangat besar kemudian bisa dipindahkan, nah LNG di luar negeri banyak peminatnya seperti ke Jepang, China dan lainnya, karena disana tersedia infrastruktur pencairan dari gas alam cair menjadi gas, karena untuk mencairkan menjadi gas kembali diperlukan namanya Floating Storage Regasification Units (RSRU), regasifikasi ini untuk menurunkan temperatur gas alam cari hingga minus 260 derajat fahrenheit," ungkapnya lagi.
Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu eksportir gas LNG terbesar di dunia.
"Memang industri katanya banyak mengeluh kekurangan gas, mengapa kok di ekspor ke luar negeri, ya karena gas sumur gas untuk menyalurkan ke industri pipanya yang belum banyak," ucapnya.
Elan menegaskan namun SKK Migas mempunyai komitmen untuk meningkatkan pasokan gas bumi ke domestik lebih banyak lagi.
"Kita punya komitmen untuk terus meningkatkan pasokan gas ke domestik baik untuk industri maupun rumah tangga dan transportasi, yang banyak diekspor ke luar negeri ini karena hanya untuk memenuhi kontrak perjanjian jual beli gas tahun-tahun lalu, dimana kontraknya dalam jangka panjang bisa puluhan tahun," tutupnya.
Seperti diketahui pada 2012 gas yang diekspor mencapai 3.631 Billion British Thermal Unit per Day (BBTUD) sedangkan untuk dalam negeri hanya 3.550 BBTUD, pada 2013 diekspor 3.370 BBTUD untuk domestik sebesar 3.660 BBTUD sedangkan 2014 ditargetkan ekspor LNG mencapai 3.850 BBTUD sedangkan untuk domestik sebesar 4.560 BBTUD.
(rrd/hen)