Pengusaha Protes, Kapal 30 GT Dilarang Beli Solar Subsidi

Pengusaha Protes, Kapal 30 GT Dilarang Beli Solar Subsidi

- detikFinance
Rabu, 05 Feb 2014 15:03 WIB
Pengusaha Protes, Kapal 30 GT Dilarang Beli Solar Subsidi
Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sejak 15 Januari 2014 melarang kapal di atas 30 GT (gross tonage) membeli solar subsidi. Hal tersebut memunculkan protes para pengusaha.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perikanan dan Kelautan Yugi Prayanto mengatakan, pengusaha perikanan dan nelayan meminta pemerintah untuk tetap mengizinkan kapal 30 GT untuk membeli soalr subsidi, jika tidak akan menimbulkan kemarahan nelayan.

"Masalah ini telah menimbulkan keresahan dan kemarahan para nelayan pemilik maupun nelayan pekerja kapal ikan di atas 30 GT. Saat ini ada lebih kurang 10.000 kapal ikan di atas 30 GT yang tidak bisa melaut, karena harus membeli BBM solar non-subsidi yang harganya tidak terjangkau, yakni dua kali lipat dari harga subsidi," ungkap Yugi di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam pernyataannya, Rabu (5/2/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Yugi, pihaknya akan menunggu kebijakan pemerintah untuk memberikan solusi yang terbaik karena masalah seperti itu akan berdampak negatif pada produktivitas dan penghasilan para nelayan. Selain itu pada gilirannya akan berpengaruh pada kegiatan perdagangan ikan di pasar ikan, industri perikanan dan pengolahan ikan tradisional serta usaha kecil yang berkaitan dengan hasil perikanan.

"Memang ironis, pemerintah masih bisa melakukan subsidi konsumsi BBM jenis premium milik pribadi di darat, sementara nelayan yang sangat memerlukan justru dihapus dari prioritas," kata Yugi.

Yugi mengatakan, Kadin beserta asosiasi-asosiasi terkait akan melakukan pendekatan kembali dengan pemerintah, terutama dengan Menteri Koordinator Perekonomian untuk menindaklanjuti permasalahan itu. "Kita prihatin atas hal ini, kita juga akan menanyakan larangan ini kepada Kementerian ESDM," kata Yugi.

Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichien mengatakan, kapal-kapal ikan di atas 30 GT rata-rata diawaki oleh 30-50 orang nelayan. Dia mengklaim, bila 10.000 kapal ikan di atas 30 GT yang tidak melaut, berarti ada lebih kurang 500.000 orang nelayan yang akan kehilangan pekerjaan.

Yussuf memaparkan, penghasilan nelayan sangat ditentukan oleh sistem bagi hasil sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan yang hingga saat ini masih berlaku. Undang-Undang itu mengamanatkan bahwa pembagian penghasilan antara Nelayan Pemilik dan Nelayan Pekerja diatur dengan sistem bagi hasil yang menguntungkan bagi Nelayan Pekerja pada kapal ikan tanpa memandang bobot GT kapalnya.

"Ketika biaya operasional kapal ikan bertambah besar dengan 50%-70% biaya operasional digunakan untuk membeli BBM Solar, maka dengan sendirinya penghasilan Nelayan akan berkurang, karena harga ikan tetap dan nelayan tidak dapat menaikan harga ikan karena ditentukan oleh pasar," ungkap Yussuf.

HNSI dan seluruh Nelayan meminta pemerintah menangguhkan pelaksanaan Surat BPH Migas Nomor: 29/07/Ka.BPH/2014 Tanggal 15 Januari 2014 tentang larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal diatas 30 GT, dan meminta memberlakukan kembali Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis BBM Tertentu.

(rrd/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads