"Masyarakat di Kalimantan Barat khususnya di daerah perbatasan, bisa membeli BBM Rp 15.000-Rp 20.000 per liter, padahal ekonomi mereka bisa dibilang miskin. Mereka toh masih bisa beli BBM dengan harga semahal itu," ungkap Wakil Ketua Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa ditemui di Kantornya, Jalan Kapten P. Tendean, Senin (14/4/2014).
Fanshurullah menambahkan, hal tersebut merupakan cerminan bahwa BBM subsidi tidak tepat sasaran, tidak dinikmati oleh orang yang seharusnya diberi subsidi yaitu orang miskin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fanshurullah menyarankan BBM subsidi hanya diberikan untuk transportasi umum dan nelayan. Kemudian hasil penghematannya diberikan kepada rakyat miskin.
"Angkot, nelayan itu boleh pakai BBM subsidi, selain itu tidak boleh, semua harus pakai BBM non subsidi. Penghematannya diberikan ke rakyat berupa pendidikan gratis, biaya pengobatan di rumah sakit gratis. Saya rasa itu jauh lebih bermanfaat dan sangat dibutuhkan rakyat miskin," paparnya.
Namun, Fanshurullah mengakui tidak mudah mewujudkan kebijakan tersebut. Dibutuhkan pemimpin yang berani mengambil keputusan yang tidak populis.
"Kita butuh pemimpin yang berani. Ketika BBM subsidi dicabut, dia berani dihujat rakyatnya, berani digulingkan rakyatnya," ujarnya.
Pemimpin baru, demikian Fanshurullah, harus bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa BBM subsidi bukanlah program yang produktif tetapi hanya membakar uang.
"Daripada Rp 200 triliun tahun ini sampai 5 tahun ke depan Rp 1.000 triliun hanya terbuang percuma karena hanya untuk dibakar. Keputusan ini diambil sesungguhnya untuk rakyat," tutupnya.
(hds/hds)











































