Nur mengaku, pekan ini diusahakan akan ada kesepakatan antara PLN dengan Pertamina soal pembelian listrik panas bumi oleh PLN dari pembangkit listrik milik Pertamina.
"Dalam progres minggu ini akan ada. Nanti ada beritanya lagi. Kami terus rapat, kemarin sampai jam 12 malam. Kami ingin batas waktu ditentukan sudah ada," kata Nur usai menandatangani kerjasama pemberantasan korupsi dengan Transparansi Internasional Indonesia (TII) di Blok S, Jakarta, Selasa (2/4/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan dibocorkan dulu, yang penting ada progres dan perbaikan," jelas Nur.
Sebelumnya, Dahlan memberi tugas kepada Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur BUMN Dwijanti Tjahjaningsih menyusun waktu pertemuan dalam 1 minggu. Pertemuan tersebut untuk menyepakati perjanjian jual beli pembangkit listrik tenaga panas bumi.
"Kita putuskan. Kementerian BUMN nggak peduli. Yang penting jadwal. Kapan PLN dan Pertamina tandatangani PPA di 9 geothermal. Dalam seminggu, jadwal penandatangan PPA di lokasi A, B, C. Caranya terserah," jelasnya.
Bila dalam 1 minggu ke depan tidak ada kepastian tanda tangan jual-beli ini, Dahlan akan menjatuhkan sanksi kepada direksi kedua BUMN energi tersebut.
"Silakan kalau nggak diatur. Kalau seminggu nggak ada, maka akan ada sanksinya," terangnya.
Dahlan mengaku heran atas sikap direksi PLN dan Pertamina. Karena Indonesia memiliki potensi besar di dalam energi panas bumi. Selain potensi, pasar listrik Indonesia juga sangat jelas.
"Negara ini memiliki potensi terbesar geothermal terbesar dunia. Geothermal di bawah Pertamina. Pertamina, nggak bisa jual selain ke PLN. Kalau nggak sepakat. Ini memalukan. Akal sehat nggak masuk akal karena kemampuan ada, barang ada, penjual ada, pembeli ada. Yang perlu itu orang se-Indonesia," paparnya.
(dnl/hen)











































