"Jadi, kalau ada kandidat yang merencanakan pengurangan subsidi itu adalah sesuatu yang baik. Saya mendukung itu. Satu bentuk reformasi struktural utama adalah mengendalikan subsidi energi yang lebih baik, itu tantangan kedepan," tutur Agus di Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta, Senin (12/5/2014).
Ia menuturkan, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014 ide tersebut sudah ada. Subsidi secara bertahap dikurangi dan kemudian dihapuskan. Tidak hanya BBM, tapi juga listrik dan pangan. Namun kebijakan itu tidak terealisasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Subsidi BBM, lanjut Agus, menimbulkan ketidakpastian dalam perekonomian. Salah satunya adalah inflasi. Setiap kali pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi, langsung direspons oleh pelaku ekonomi sehingga membuat inflasi menjadi tinggi dan sulit terkendali.
"Setiap kali akan ada penyesuaian BBM, itu nanti akan memberi tekanan lagi kepada inflasi," tegasnya.
Ini juga yang membuat tingkat bunga rendah sulit diaplikasikan. Padahal bunga yang kompetitif sangat mendorong terbentuknya daya saing industri di dalam negeri.
"Kalau inflasi secara umum bisa ditekan agar rendah dan stabil itu nanti environment tingkat bunga bisa lebih rendah. Jadi salah satu yang paling utama untuk membuat tingkat bunga rendah adalah inflasi," paparnya.
Agus menyambut baik skema yang dikaji oleh pemerintah yaitu subsidi tetap. Skema ini mampu menghindari tekanan fiskal yang seringkali muncul setiap tahunnya.
"Jadi kalau seandainya pemerintah berencana mempunyai subsidi yang fixed, yang sudah diwacanakan, itu adalah sesuatu yang baik. Berarti tidak akan ada volatilitas subsidi BBM. Administered price adalah yang selalu mendorong inflasi," jelasnya.
Β
(mkl/hds)











































