Dari hasil pemeriksaan tersebut ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan cost recovery (penangguhan pembebanan biaya operasi) dan perpajakan, yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara dari sektor migas senilai Rp 994,8 miliar.
"Dari 8 KKKS yang kita periksa, BPK menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan cost recovery dan perpajakan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara dari sektor migas Rp 994,8 miliar," kata Ketua BPK Rizal Djalil ditemui di Gedung DPR, Selasa (20/5/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini karena ada ketidakpatuhan KKKS terhadap ketentuan cost recovery yaitu dengan membebankan biaya-biaya yang semestinya tidak dibebankan dalam cost recovery," ungkapnya.
Di tempat yang sama, Auditor Utama BPK Abdul Latief menambahkan, temuan kelebihan pembayaran cost recovery tersebut sudah dibicarakan ke SKK Migas.
"Tidak ada perbedaan dengan SKK Migas, artinya temuan itu sudah kita bicarakan dan mereka setuju, kelebihan pembayaran cost recovery tersebut harus disetorkan kembali ke negara sebagai tambahan penerimaan negara," ucap Latief.
Ia menambahkan, BPK memberikan batas waktu kepada SKK Migas selama 60 hari untuk segera mengembalikan kelebihan pembayaran cost recovery yang dilakukan oleh 8 perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia.
"Ada 8 perusahaan, yang tidak ingat satu persatu yang jelas ada BP, CNOOC (China National Offshore Oil Corporation), PetroChina, Hess. Hess paling banyak kelebihannya sekitar Rp 300 miliar. Deadline kita ke SKK selesaikan ini 60 hari," tutupnya.
(rrd/dnl)