Banyak Ide Aneh Pemerintah Soal BBM Subsidi, Pro atau Kontra?

Banyak Ide Aneh Pemerintah Soal BBM Subsidi, Pro atau Kontra?

- detikFinance
Jumat, 23 Mei 2014 12:33 WIB
Banyak Ide Aneh Pemerintah Soal BBM Subsidi, Pro atau Kontra?
Jakarta - Menteri ESDM Jero Wacik melontarkan wacana melarang SPBU menjual bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada hari libur, yakni Sabtu-Minggu dan tanggal merah. Hal ini bertujuan untuk menekan konsumsi BBM subsidi dan terus membengkaknya anggaran subsidi di APBN 2014.

Selain itu Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM akan memberlakukan stiker khusus pada kendaraan yang boleh membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Sebaliknya kendaraan dinas pemerintah, TNI/Polri, kendaraan pertambangan dan perkebunan tak akan mendapat stiker.

Rencananya stiker khusus itu akan tertulis 'Kendaraan Ini Boleh Menggunakan BBM Subsidi'. Sedangkan stiker khusus yang dibuat 2 tahun lalu dan terbukti gagal yaitu tertulis 'Kendaraan Ini Tidak Menggunakan BBM subsidi.

Belum lagi dua rencana itu berjalan, pemerintah mengusulkan satu lagi cara menekan konsumsi BBM subsidi adalah dengan menggunakan kupon

Bagaimana tanggapan masyarakat dan pejabat atas hal ini? Simak hasil penelusuran detikFinance, Jumat (23/5/2014).

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)

Ketua Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Andy Noorsaman Someng mengatakan, rencana tersebut bagus dan bisa menekan konsumsi BBM subsidi.

"Gagasan ini bagus dan perlu didukung masyarakat," ucap Andy kepada detikFinance, Kamis (22/5/2014).

Andy mengungkapkan, dengan adanya langkah-langkah pengendalian BBM subsidi tersebut, diharapkan konsumsi BBM subsidi tahun ini tidak lebih dari yang ditentukan yakni sebanyak 48 juta kilo liter.

"Kami optimistis konsumsi BBM subsidi tidak melebihi target 48 juta KL. Memang konsumsi solar di atas kuota yang ditetapkan, namun dapat ditukar kuotanya dengan konsumsi premium yang masih di bawah kuota," tutupnya.

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)

Ketua Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Andy Noorsaman Someng mengatakan, rencana tersebut bagus dan bisa menekan konsumsi BBM subsidi.

"Gagasan ini bagus dan perlu didukung masyarakat," ucap Andy kepada detikFinance, Kamis (22/5/2014).

Andy mengungkapkan, dengan adanya langkah-langkah pengendalian BBM subsidi tersebut, diharapkan konsumsi BBM subsidi tahun ini tidak lebih dari yang ditentukan yakni sebanyak 48 juta kilo liter.

"Kami optimistis konsumsi BBM subsidi tidak melebihi target 48 juta KL. Memang konsumsi solar di atas kuota yang ditetapkan, namun dapat ditukar kuotanya dengan konsumsi premium yang masih di bawah kuota," tutupnya.

Stiker Dinilai Jadi Pemborosan

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menolak permintaan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) soal stiker khusus BBM subsidi.

Ide ini dianggap tak cerdas karena harus menyiapkan jutaan stiker untuk ditempelkan di kendaraan pribadi-angkutan umum, dan dianggap hanya menghabiskan anggaran negara.

"Ini kebijakan yang nggak smart (tak cerdas)," tegas Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Someng kepada detikFinance, Kamis (22/5/2014).

Menurutnya, untuk membuat stiker tersebut butuh biaya yang sangat besar dan perlu membuat jutaan stiker. "Bayangin, berapa jutaan stiker yang dibutuhkan, se-Indonesia? dan nggak efektif, habis-habiskan uang negara saja," ucapnya.

Apalagi pengawasan di lapangan tidak mudah dan risiko pemalsuan stiker khusus bakal marak. Selain itu, ada risiko sosial terjadi konflik, misalnya pemilik kendaraan yang ngotot beli BBM subsidi tapi kendaraanya tidak ada stiker yang bertuliskan 'Kendaraan Ini Boleh Menggunakan BBM Subsidi'

"Sudah BBM-nya subsidi, pengawasannya juga menghabiskan uang negara, nggak smart namanya," tambahnya.

Stiker Dinilai Jadi Pemborosan

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menolak permintaan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) soal stiker khusus BBM subsidi.

Ide ini dianggap tak cerdas karena harus menyiapkan jutaan stiker untuk ditempelkan di kendaraan pribadi-angkutan umum, dan dianggap hanya menghabiskan anggaran negara.

"Ini kebijakan yang nggak smart (tak cerdas)," tegas Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Someng kepada detikFinance, Kamis (22/5/2014).

Menurutnya, untuk membuat stiker tersebut butuh biaya yang sangat besar dan perlu membuat jutaan stiker. "Bayangin, berapa jutaan stiker yang dibutuhkan, se-Indonesia? dan nggak efektif, habis-habiskan uang negara saja," ucapnya.

Apalagi pengawasan di lapangan tidak mudah dan risiko pemalsuan stiker khusus bakal marak. Selain itu, ada risiko sosial terjadi konflik, misalnya pemilik kendaraan yang ngotot beli BBM subsidi tapi kendaraanya tidak ada stiker yang bertuliskan 'Kendaraan Ini Boleh Menggunakan BBM Subsidi'

"Sudah BBM-nya subsidi, pengawasannya juga menghabiskan uang negara, nggak smart namanya," tambahnya.

Pertamina Pernah Punya Program Serupa

Gagasan soal pengelola SPBU dilarang menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi pada hari libur bukan hal yang baru. Dua tahun lalu pemerintah juga pernah mempunyai program yang mirip yaitu 'Sehari Tanpa BBM Bersubsidi' namun tidak jalan alias batal.

"Sebagai informasi, ide SPBU tidak jual BBM subsidi pada hari libur juga pernah dilakukan pada akhir 2012 lalu. Nama programnya adalah 'Sehari Tanpa BBM Subsidi', namun akhirnya dibatalkan," ucap Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir kepada detikFinance di The 38th Indonesia Petroleum Association (IPA) Convex 2014, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (22/5/2014).

Ali mengungkapkan gagasan dari Menteri ESDM Jero Wacik tersebut tentu akan berdampak bagi masyarakat. "Salah satu yang mungkin terjadi adalah akan maraknya penjualan BBM subsidi eceran dihari-hari libur," ungkapnya.

Pertamina Pernah Punya Program Serupa

Gagasan soal pengelola SPBU dilarang menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi pada hari libur bukan hal yang baru. Dua tahun lalu pemerintah juga pernah mempunyai program yang mirip yaitu 'Sehari Tanpa BBM Bersubsidi' namun tidak jalan alias batal.

"Sebagai informasi, ide SPBU tidak jual BBM subsidi pada hari libur juga pernah dilakukan pada akhir 2012 lalu. Nama programnya adalah 'Sehari Tanpa BBM Subsidi', namun akhirnya dibatalkan," ucap Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir kepada detikFinance di The 38th Indonesia Petroleum Association (IPA) Convex 2014, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (22/5/2014).

Ali mengungkapkan gagasan dari Menteri ESDM Jero Wacik tersebut tentu akan berdampak bagi masyarakat. "Salah satu yang mungkin terjadi adalah akan maraknya penjualan BBM subsidi eceran dihari-hari libur," ungkapnya.

Tim Jokowi-JK

Pemerintah baru mendatang menjadi harapan baru agar masalah ini bisa diselesaikan. Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta yang juga tim ekonomi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK mengatakan pihaknya sudah punya konsep untuk mengatasi masalah ini.

Arif mengatakan ada beberapa pendekatan yang akan dilakukan pihaknya jika nanti jadi penguasa baru. "Pengendalian BBM subsidi menurut kami ada dua pendekatan," katanya kepada detikFinance, Kamis (22/5/2014)

Ia menjelaskan dua pendekatan itu antara lain dari sisi produksi kendaraan dan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) atau pengendalian permintaan BBM.

Pertama, dari sisi pengendalian produksi akan dibuat mekanisme disinsentif bagi para pabrikan kendaraan bermotor seperti motor dan mobil. Para pabrikan mobil didorong memproduksi kendaraan non BBM atau membuat kendaraan bertenaga BBM namun hanya bisa memakai BBM subsidi. Apabila produsen tak mematuhinya akan ada disinsentif kepada pabrikan, sehingga mereka dipaksa secara langsung mendukung upaya pengendalian BBM bersubsidi.

"Konkretnya misalnya pabrikan melakukan modifikasi mesin. Payung hukumnya perlu Perpres, atau hanya keputusan menteri perindustrian saja, mobil LCGC saja hanya perlu peraturan menteri," katanya.

Kedua, pendekatan pengendalian konsumsi BBM, ada dua cara yaitu dari sisi pengawasan distribusi BBM bersubsidi dan pemanfaatan energi lain selain BBM untuk pembangkit listrik.

Terkait pengawasan distribusi, pemerintah daerah harus dipaksa melakukan pengawasan secara ketat kuota BBM subsidi yang mereka terima. "Jadi jangan sampai ada tambahan, jangan sampai ada kebocoran termasuk penimbunan. Mereka yang tahu soal kebutuhan BBM dan jumlah kendaraan," katanya.

Bahkan langkah ekstrem bisa menerapkan gagasan yang pernah di lontarkan Pemda DKI Jakarta yaitu penghapusan BBM subsidi di satu wilayah provinsi. Namun menurutnya pemerintah daerah harus lebih dahulu memperhatikan daya beli masyarakat, pengamanan biaya pendidikan dan kesehatan, pengendalian inflasi. Selain itu, harus disiapkan transportasi publik yang baik sebelum menghapus BBM subsidi.

"Sehingga komponen (biaya hidup) yang besar ini bisa ditekan. Anggaran subsidi bisa dialihkan," katanya.

Selanjutnya, untuk menekan konsumsi BBM subsidi dilakukan dengan cara kebijakan bauran energi, yaitu pengurangan energi pembangkit yang memakai BBM dengan sumber energi lain seperti gas. Langkah ini harus dilakukan tegas dengan dukungan investasi pembangkit baru sehingga bisa menekan konsumsi BBM untuk pembangkit hingga 30%

Selain dari dua pendekatan tadi, pihaknya juga menyiapkan opsi terakhir yaitu menaikkan harga BBM. Namun opsi ini diambil juga benar-benar terjadi darurat fiskal, dan perlu komunikasi dengan banyak pihak termasuk masyarakat.

"Opsi menaikkan pilihan terakhir kita harus duduk bersama, kita tanya ke masyarakat. Kalau keadaan fiskal darurat, kita akan menyampaikan, kita ajak musyawarah," katanya.

Tim Jokowi-JK

Pemerintah baru mendatang menjadi harapan baru agar masalah ini bisa diselesaikan. Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta yang juga tim ekonomi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK mengatakan pihaknya sudah punya konsep untuk mengatasi masalah ini.

Arif mengatakan ada beberapa pendekatan yang akan dilakukan pihaknya jika nanti jadi penguasa baru. "Pengendalian BBM subsidi menurut kami ada dua pendekatan," katanya kepada detikFinance, Kamis (22/5/2014)

Ia menjelaskan dua pendekatan itu antara lain dari sisi produksi kendaraan dan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) atau pengendalian permintaan BBM.

Pertama, dari sisi pengendalian produksi akan dibuat mekanisme disinsentif bagi para pabrikan kendaraan bermotor seperti motor dan mobil. Para pabrikan mobil didorong memproduksi kendaraan non BBM atau membuat kendaraan bertenaga BBM namun hanya bisa memakai BBM subsidi. Apabila produsen tak mematuhinya akan ada disinsentif kepada pabrikan, sehingga mereka dipaksa secara langsung mendukung upaya pengendalian BBM bersubsidi.

"Konkretnya misalnya pabrikan melakukan modifikasi mesin. Payung hukumnya perlu Perpres, atau hanya keputusan menteri perindustrian saja, mobil LCGC saja hanya perlu peraturan menteri," katanya.

Kedua, pendekatan pengendalian konsumsi BBM, ada dua cara yaitu dari sisi pengawasan distribusi BBM bersubsidi dan pemanfaatan energi lain selain BBM untuk pembangkit listrik.

Terkait pengawasan distribusi, pemerintah daerah harus dipaksa melakukan pengawasan secara ketat kuota BBM subsidi yang mereka terima. "Jadi jangan sampai ada tambahan, jangan sampai ada kebocoran termasuk penimbunan. Mereka yang tahu soal kebutuhan BBM dan jumlah kendaraan," katanya.

Bahkan langkah ekstrem bisa menerapkan gagasan yang pernah di lontarkan Pemda DKI Jakarta yaitu penghapusan BBM subsidi di satu wilayah provinsi. Namun menurutnya pemerintah daerah harus lebih dahulu memperhatikan daya beli masyarakat, pengamanan biaya pendidikan dan kesehatan, pengendalian inflasi. Selain itu, harus disiapkan transportasi publik yang baik sebelum menghapus BBM subsidi.

"Sehingga komponen (biaya hidup) yang besar ini bisa ditekan. Anggaran subsidi bisa dialihkan," katanya.

Selanjutnya, untuk menekan konsumsi BBM subsidi dilakukan dengan cara kebijakan bauran energi, yaitu pengurangan energi pembangkit yang memakai BBM dengan sumber energi lain seperti gas. Langkah ini harus dilakukan tegas dengan dukungan investasi pembangkit baru sehingga bisa menekan konsumsi BBM untuk pembangkit hingga 30%

Selain dari dua pendekatan tadi, pihaknya juga menyiapkan opsi terakhir yaitu menaikkan harga BBM. Namun opsi ini diambil juga benar-benar terjadi darurat fiskal, dan perlu komunikasi dengan banyak pihak termasuk masyarakat.

"Opsi menaikkan pilihan terakhir kita harus duduk bersama, kita tanya ke masyarakat. Kalau keadaan fiskal darurat, kita akan menyampaikan, kita ajak musyawarah," katanya.
Halaman 2 dari 10
(ang/ang)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads