Rencana Jokowi-JK di Sektor Energi dan Subsidi BBM

Rencana Jokowi-JK di Sektor Energi dan Subsidi BBM

- detikFinance
Senin, 02 Jun 2014 07:15 WIB
Rencana Jokowi-JK di Sektor Energi dan Subsidi BBM
Jakarta - Dua Calon Presiden, baik Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto gencar melakukan sosialisasi visi dan misi program kerja mereka kepada masyarakat. Salah satu program kerja yang akan dilakukan adalah pengelolaan sektor energi.

Tim Sukses Pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla, Darmawan Prasojo mengatakan, Jokowi sudah mempunyai konsep yang matang mengelola sektor energi nasional bila terpilih menjadi presiden dan wakil presiden.

"Masalah energi sebenarnya sangat sederhana tetapi implementasinya memang yang cukup sulit," kata Darmawan di acara Polemik Masalah Energi Nasional di Warung Daun, Cikini, Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Darmawan, ada beberapa program utama di sektor energi yang akan dilakukan Jokowi bila terpilih menjadi presiden seperti. Apa saja? Simak hasil rangkuman detikFinance di sini, Senin (2/6/2014).

Tiga Poin Pokok

Ada tiga poin pokok dari rencana Jokowi dan JK di sektor energi saat menjadi presiden nanti:

  • Menghapus subsidi BBM dalam 4 tahun mendatang,
  • Melakukan program konversi minyak ke gas di sektor transportasi,
  • Membangun banyak infrastruktur pendukung produksi minyak dan gas di Indonesia.

Tiga Poin Pokok

Ada tiga poin pokok dari rencana Jokowi dan JK di sektor energi saat menjadi presiden nanti:

  • Menghapus subsidi BBM dalam 4 tahun mendatang,
  • Melakukan program konversi minyak ke gas di sektor transportasi,
  • Membangun banyak infrastruktur pendukung produksi minyak dan gas di Indonesia.

Besarkan Pertamina, Pulangkan 400 Pegawai RI di Petronas

Jokowi sudah punya cara untuk membangun Pertamina menjadi perusahaan minyak terbesar di dunia. Salah satu caranya adalah dengan memulangkan orang Indonesia yang menjadi pegawai penting perusahaan minyak Malaysia, Petronas. Jumlahnya sekitar 400 orang.

Selain membawa pulang orang Indonesia yang bekerja di Petronas, Malaysia, pemerintah juga akan total memberikan dana atau modal pengembangan usaha kepada Pertamina. Sehingga Pertamina dapat menggenjot produksi minyak di dalam negeri bahkan kalau bisa berekspansi keluar negeri.

Kondisi Pertamina saat ini memang jauh tertinggal dari Petronas. Bahkan dari total produksi minyak mentah Indonesia per harinya rata-rata 850.000 barel, hanya 20% yang diproduksi oleh Pertamina. Sehingga bila dibandingkan head to head dengan Petronas, Pertamina tidak bisa berbicara banyak.

Besarkan Pertamina, Pulangkan 400 Pegawai RI di Petronas

Jokowi sudah punya cara untuk membangun Pertamina menjadi perusahaan minyak terbesar di dunia. Salah satu caranya adalah dengan memulangkan orang Indonesia yang menjadi pegawai penting perusahaan minyak Malaysia, Petronas. Jumlahnya sekitar 400 orang.

Selain membawa pulang orang Indonesia yang bekerja di Petronas, Malaysia, pemerintah juga akan total memberikan dana atau modal pengembangan usaha kepada Pertamina. Sehingga Pertamina dapat menggenjot produksi minyak di dalam negeri bahkan kalau bisa berekspansi keluar negeri.

Kondisi Pertamina saat ini memang jauh tertinggal dari Petronas. Bahkan dari total produksi minyak mentah Indonesia per harinya rata-rata 850.000 barel, hanya 20% yang diproduksi oleh Pertamina. Sehingga bila dibandingkan head to head dengan Petronas, Pertamina tidak bisa berbicara banyak.

Energi Alternatif Demi Kurangi Impor BBM

Kubu Jokowi dan JK sepakat menggunakan energi alternatif sebagai bahan bakar utama, untuk menekan impor bahan bakar minyak (BBM). Kubu Jokowi punya rencana program kerja konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), terutama di sektor transportasi dan pembangkit listrik.

"Dari 2,3 juta barel produksi migas kita itu didominasi gas. Produksi gas yang cukup besar ini rahmat dari Allah SWT. Makanya harga gas lebih rendah 30-40% dibandingkan minyak. Menurunkan subidi dan menekan impor BBM kita dengan cara melakukan konversi dari minyak ke gas untuk tranportasi dan pembangkit listrik," kata Darmawan.

Selain penggunaan gas, kubu Jokowi juga akan memperbesar kapasitas konsumsi energi berbahan dasar sawit atau Crude Palm oil (CPO). Penggunaan CPO diyakini efektif menekan impor solar.

"Produksi CPO kita per tahun 29 juta ton, yang dipakai di dalam negeri hanya 7 juta ton, 22 juta ton CPO kita ekspor. Nah kita gantikan impor solar dengan penguatan bahan bakar domestik CPO. Kalau kita impor solar cukup mahal Rp 10.500/liter," imbuhnya.

Energi Alternatif Demi Kurangi Impor BBM

Kubu Jokowi dan JK sepakat menggunakan energi alternatif sebagai bahan bakar utama, untuk menekan impor bahan bakar minyak (BBM). Kubu Jokowi punya rencana program kerja konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), terutama di sektor transportasi dan pembangkit listrik.

"Dari 2,3 juta barel produksi migas kita itu didominasi gas. Produksi gas yang cukup besar ini rahmat dari Allah SWT. Makanya harga gas lebih rendah 30-40% dibandingkan minyak. Menurunkan subidi dan menekan impor BBM kita dengan cara melakukan konversi dari minyak ke gas untuk tranportasi dan pembangkit listrik," kata Darmawan.

Selain penggunaan gas, kubu Jokowi juga akan memperbesar kapasitas konsumsi energi berbahan dasar sawit atau Crude Palm oil (CPO). Penggunaan CPO diyakini efektif menekan impor solar.

"Produksi CPO kita per tahun 29 juta ton, yang dipakai di dalam negeri hanya 7 juta ton, 22 juta ton CPO kita ekspor. Nah kita gantikan impor solar dengan penguatan bahan bakar domestik CPO. Kalau kita impor solar cukup mahal Rp 10.500/liter," imbuhnya.

Maksimalkan Gas Cegah Krisis Listrik

Kubu Jokowi-JK akan memaksimalkan gas sebagai bahan baku produksi listrik di dalam negeri. Darmawan menjelaskan, gas adalah bahan baku yang paling efisien dengan kapasitas produksi listrik yang lebih tinggi.

"Kita ubah ke kekuatan dalam negeri baik itu batubara, natural gas, hidro dan panas bumi. Ongkos produksi listrik pakai BBM 1 kwh Rp 3.000, geothermal Rp 1.000/kwh. Kalau pakai batu bara Rp 500-600/kwh, gas hanya Rp 700-800/Kwh. Tetapi efisiensi dari batubara ke listrik hanya 31% seharusnya 42%," sebutnya.

Maksimalkan Gas Cegah Krisis Listrik

Kubu Jokowi-JK akan memaksimalkan gas sebagai bahan baku produksi listrik di dalam negeri. Darmawan menjelaskan, gas adalah bahan baku yang paling efisien dengan kapasitas produksi listrik yang lebih tinggi.

"Kita ubah ke kekuatan dalam negeri baik itu batubara, natural gas, hidro dan panas bumi. Ongkos produksi listrik pakai BBM 1 kwh Rp 3.000, geothermal Rp 1.000/kwh. Kalau pakai batu bara Rp 500-600/kwh, gas hanya Rp 700-800/Kwh. Tetapi efisiensi dari batubara ke listrik hanya 31% seharusnya 42%," sebutnya.

Tak Mau Gegabah Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Kubu Jokowi tidak mau gegabah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Meski PLTN bisa jadi jalan keluar menghadapi krisis listrik di Indonesia.

Darmawan mengatakan, salah satu pertimbangan sulitnya membangun PLTN di dalam negeri karena investasi yang cukup besar.

"PLTN itu jangka panjang. Sekarang kita punya opsi lain, nuklir masih jangka panjang. Bukan sulit dikembangkan tetapi kita masih punya banyak opsi dari kekuatan domestik seperti nabati, gas alam dan lain-lain. Ini masalah prioritas dan yang kita lakukan karena biayanya besar dan modalnya itu di awal," kata Darmawan.

Salah satu pertimbangan lainnya adalah keamanan. Bagi kubu Jokowi-JK, PLTN dianggap memiliki risiko tinggi.

Tak Mau Gegabah Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Kubu Jokowi tidak mau gegabah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Meski PLTN bisa jadi jalan keluar menghadapi krisis listrik di Indonesia.

Darmawan mengatakan, salah satu pertimbangan sulitnya membangun PLTN di dalam negeri karena investasi yang cukup besar.

"PLTN itu jangka panjang. Sekarang kita punya opsi lain, nuklir masih jangka panjang. Bukan sulit dikembangkan tetapi kita masih punya banyak opsi dari kekuatan domestik seperti nabati, gas alam dan lain-lain. Ini masalah prioritas dan yang kita lakukan karena biayanya besar dan modalnya itu di awal," kata Darmawan.

Salah satu pertimbangan lainnya adalah keamanan. Bagi kubu Jokowi-JK, PLTN dianggap memiliki risiko tinggi.
Halaman 2 dari 12
(ang/ang)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads