Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Kementerian ESDM terus berjuang agar Tiongkok mau mengubah isi kontrak harga jual gas tersebut yang saat ini masih dijual dengan harga US$ 3,34/mmbtu (Juta British Thermal Unit), sementara harga pasar gas ekspor Indonesia saat ini mencapai hingga US$ 18/mmbtu.
"Mengenai harga jual gas Tangguh. Untuk mengubah kontrak tidak mudah, oleh karena itu kita masih berjuang dengan Tiongkok," ujar SBY dalam kabinet terbatas bidang ekonomi, di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (30/6/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya masih negosiasi, untuk harga jual gas tangguh harus diperjuangkan. Indonesia tidak mau rugi. Saya dengar ada good news negosiasi sudah mulai tampak, dengan demikian rasanya lebih adil," ucapnya.
Dalam rapat itu, SBY juga menyinggung masalah pembangunan kabel bawah laut. Dia meminta Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) membuat rancangannya secara matang.
"Kalau instrumen-nya keliru justru akan lebih boros," ujarnya.
Sebelumnya Menteri ESDM Jero Wacik optimistis pihak CNNOC (perusahaan Migas Tiongkok) menyetujui permintaan kenaikkan harga jual dalam kontrak penjualan gas, karena perubahan harga sudah pernah dilakukan pada 2006.
"Ini harga awal kan US$ 2,4/mmbtu kemudian sudah dinaikkan jadi US$ 3,34 per mmbtu di 2006, sekarang itu kita renegosiasi, mereka (CNNOC) menyetujui US$7/mmbtu. Saya mau naik lagi jadi US$ 9/mmbtu," kata Jero beberapa waktu lalu.
Dengan harga gas Fujian naik dari US$ 3,34 per mmbtu menjadi US$ 8 per mmbtu saja, maka negara akan mendapatkan tambahan pemasukan sebesar US$ 1,075 miliar dari ekspor gas.
"Kalau US$ 8 maka bisa mendapatkan tambahan pendapatan US$ 1,075 miliar," tutupnya.
(rvk/rrd)











































