Menurut Juniman, Kepala Ekonom BII, perlu kebijakan radikal untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan subsidi BBM. Dia menyarankan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi secara berkala hingga mencapai harga pasar.
"Sekarang katakanlah pemerintah memberi subsidi Rp 3.500 per liter. Kalau pemerintah menaikkan harga BBM Rp 500 secara bertahap, 7 kali sudah selesai," kata Juniman kepada detikFinance, Kamis (3/7/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa seperti TDL (Tarif Dasar Listrik), naik per 2 bulan. Ini membuat masyarakat bisa mengantisipasi, sudah bersiap-siap. Spekulasi dengan menimbun BBM pun tidak akan terjadi, karena jadwal kenaikannya sudah pasti," papar Juniman.
Dengan kenaikan Rp 500 di tahap awal, Juniman memperkirakan belum akan ada dampaknya. "Tarif transportasi mungkin belum naik. Pengusaha masih bisa cover," ujarnya.
Jika skema ini diterapkan, maka harga BBM akan mencapai harga pasar dalam waktu kurang dari 2 tahun. "Ini tidak akan terlalu terasa, masyarakat sudah ada persiapan. Masalah subsidi BBM pun bisa teratasi," tutur Juniman.
Namun, Juniman menegaskan pemerintah harus bisa berkomunikasi dengan baik kepada rakyat kalau ingin menjalankan kenaikan harga BBM secara bertahap tersebut. "Bisa diterapkan, asal dikomunikasikan dengan baik. Jangan kedepankan kenaikan harganya, tapi pengalihannya. Ini masalah penggunaan kata saja," sebutnya.
Hasil pengalihan subsidi BBM, demikian Juniman, memang bisa dialihkan ke program-program yang produktif seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. "Ujung-ujungnya masyarakat juga yang diuntungkan. Ini faktanya, tapi memang kata-katanya dibalik saja," katanya.
(hds/hen)











































