Rencana tersebut tentunya menuai perhatian dari berbagai kalangan. Banyak yang melemparkan kritik. Namun tak sedikit juga yang kemudian memberikan dukungan.
Akan tetapi, bisakah masyarakat Jakarta hidup tanpa BBM subsidi?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk pulau Jawa, konstribusi terbesar ada dari DKI Jakarta dengan catatan 16,76% yang didorong oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tinggi. Selanjutnya Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
BBM adalah salah satu komponen konsumsi rumah tangga. Dibandingkan dengan daerah lain, konsumsi di Jakarta memang terhitung jauh lebih besar. Dengan konsumsi yang tinggi, artinya warga Jakarta lebih banyak pada kelas menengah ke atas.
"Kalau BBM subsidi dihapuskan, untuk masyarakat yang menengah ke atas cukup mampu. Karena relatif pendapatanya lebih tinggi," kata Eko Listiyanto, ekonom Institute for Development of Economist and Finance (Indef) kepada detikFinance, Senin (11/8/2014)
Rencana ini menjadi beban kepada kalangan menengah yang rentan akan gejolak kebijakan ekonomi. Sektor UMKM juga akan terimbas karena tergerus biaya angkut logistik yang ikut naik.
"Otomatis nanti ke tarif jasa akan naik, dan itu pasti berdampak untuk masyarakat kecil dan usaha kecil itu akan terpengaruh sekali. Apalagi yang sangat mengandalkan jalur distribusi," jelasnya.
Secara umum, Ia menilai kebijakan ini bisa untuk dilakukan. Apalagi mengingat konsumsi Jakarta akan BBM subsidi sangat tinggi. Sehingga mampu menghemat anggaran negara dalam jumlah yang besar.
"Kebijakan ini bisa untuk dilakukan oleh DKI. Kan konsumsinya DKI yang paling besar," tegas Eko.
(mkl/ang)











































