Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, setidaknya ada beberapa manfaat yang bisa dihasilkan dari opsi menaikkan harga BBM. Yang paling utama adalah menekan angka defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terus membengkak. Anggaran untuk subsidi BBM ini dinilai membebani negara.
"Begini ya subsidi BBM itu porsinya di APBN sudah cukup besar jadi di APBN subsidi BBM itulah yang membuat kenapa defisit APBN harus direvisi membesar, awal tahun di bawah 2%, 1,7% tapi karena pembengkakan subsidi BBM jadi 2,4% PDB," kata Mirza saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (27/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terus BBM itu juga membebani impor karena konsumsi BBM meningkat produksi minyak kita turun maka impor BBM meningkat. Impor BBM itu setiap bulan antara US$ 3,7-4 miliar, itu besar dan itu kan menggunakan devisa kalau ekspor nasional sedang melemah karena harga batu bara, karet turun, ya tentunya akan baik kalau impor BBM turun, salah satu caranya memang harus ada penyesuaian harga BBM," jelas dia.
Hal lain yang juga berpengaruh positif terhadap kenaikan harga BBM adalah Utang Luar Negeri (ULN) jangka pendek bisa menurun.
"Impor BBM membuat ULN jangka pendek untuk membiayai impor BBM meningkat ya, ada komponen dari ULN Indonesia, komponen ULN swasta di dalamnya ULN swasta yang dipakai untuk mengimpor BBM. Nah, kalau konsumsi BBM turun maka ULN untuk impor BBM juga turun," kata Mirza.
Dia menambahkan, dengan kenaikan harga BBM, anggaran subsidi bisa dialokasikan untuk sektor yang lebih produktif. Hal ini mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
"Jadi tiga hal bisa terbantu dengan menaikkan harga BBM yaitu penurunan defisit APBN, penurunan impor, dan penurunan ULN, keempat dana bisa dialokasikan untuk yang lain, infrastruktur misalnya," tandasnya.
(drk/ang)











































