"Di 2005, kuota BBM subsidi itu mencapai 52,6 juta KL, tapi realisasinya 49,5 juta KL, itu angka yang sangat besar. Kalau tidak ada kebijakan yang tepat, tidak tahu lagi, mungkin subsidi BBM di APBN kita mencapai Rp 500 triliun," ujar Direktur Gas Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Djoko Siswanto kepada detikFinance, Rabu (3/9/2014).
Djoko mengatakan, saat itu pemerintah melihat, dari 52,6 juta KL kuota BBM subsidi tersebut adalah minyak tanah atau kerosene, yang pada 2005 realisasinya mencapai 11,38 juta KL. "Padahal minyak tanah itu harga keekonomiannya lebih mahal daripada pertamax, sehingga subsidi yang diberikan pemerintah untuk minyak tanah per liternya setara mensubsidi 2 liter premium," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara bertahap pembagian paket tersebut disebar ke berbagai daerah. Sehingga pasokan minyak tanah di daerah konversi elpiji 3 kg dihapuskan. Hal tersebut cukup banyak memotong kuota BBM subsidi dari kerosene," katanya lagi.
Djoko menambahkan, dengan kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji tersebut kuota minyak tanah dari 2005 mencapai 11,3 juta KL dapat dipangkas menjadi hanya 9,9 juta KL. Seiring berjalannya waktu, saat ini kuota minyak tanah hanya mencapai 900.000 KL.
"Bahkan 2015 diproyeksikan subsidi minyak tanah sudah tidak ada lagi," ujarnya.
Namun, walau sudah memangkas kuota minyak tanah secara total kuota BBM subsidi di APBN masih tinggi. Ternyata paling besar kuotanya adalah solar subsidi yang pada 2005 mencapai 20,63 juta kilo liter.
"Akhirnya pemerintah juga mengeluarkan aturan tidak lagi atau melarang PLN, kendaraan TNI dan Polri pakai BBM subsidi. Akibat aturan tersebut kuota solar yang 2005 mencapai 20,6 juta KL turun drastis menjadi hanya 10,67 juta KL," ungkapnya.
Akibat 2 kebijakan tersebut, kuota BBM subsidi pada 2006 dapat turun menjadi hanya 37,4 juta KL dari sebelumnya pada 2005 mencapai 52,6 juta KL.
"Di 2007 kuota BBM subsidi mencapai 36,02 juta KL, namun jebol dengan realisasi 38,6 juta KL. Pada 2008 kuota BBM ditetapkan 35,47 juta KL, namun jebol lagi dengan realisasi 39,2 juta KL. Di 2009 kuota 37,4 juta KL, realisasinya jebol sedikit 37,8 juta KL. Hingga sampai saat ini kuota BBM subsidi 2014 ditetapkan 46 juta KL," jelasnya.
"Namun dengan kebijakan tersebut, pemerintah juga ada melakukan 4 kali melakukan penyesuaian harga dan diantaranya pernah menurunkan harga BBM subsidi Rp 4500 per liter menjadi Rp 4.300 per liter," tutupnya.
(rrd/dnl)











































